Jumat, 14 Januari 2011

Sayyidina Ali menjawab pertanyaan yahudi ‘tentang sesuatu yang tidak dimiliki Allah, dan sesuatu yang tidak ada pada Allah, serta serta sesuatu yang tidak diketahui Allah?’


Sayyidina Ali K.W: Pintu Ilmu kenabian
Ini sepenggal kisah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kw. Suatu hari Anas bin Malik menyaksikan seorang Yahudi yang datang menghadap Khalifah Abu Bakar dan berkata, “Aku ingin bertemu dengan khalifah Rasulullah saw.” Para sahabat membawanya kepada Khalifah Abu Bakar. Dihadapan Abu Bakar, orang Yahudi berkata, “Anda khalifah Rasulullah saw?”
Khalifah Abu Bakar berkata, “Ya, tidakkah kamu melihat aku di tempat dan mihrab beliau?” Orang Yahudi itu berkata, “Jika Anda sebagaimana yang Anda katakana, wahai Khalifah Abu Bakar. Aku ingin bertanya kepada Anda tentang beberapa masalah.” Khalifah berkata, “Bertanyalah semaumu!”
Orang Yahudi itu bertanya, “Beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang tidak dimiliki Allah, yang tidak ada pada Allah dan yang tidak Allah ketahui?” Khalifah berkata, “Itu adalah masalah-masalah orang zindiq (atheis) wahai orang Yahudi!”
Waktu itu, orang-orang Muslim hendak membunuh orang Yahudi itu. Ibnu Abbas segera berteriak dan berkata, “Wahai Khalifah Abu Bakar, janganlah tergesa-gesa membunuhnya!” Khalifah Abu Bakar berkata, “Tidakkah kamu mendengar apa yang telah dikatakannya?”
Ibnu Abbas berkata, “Kalau Anda mempunyai jawabannya, jawablah! Jika tidak, keluarkan dia ke tempat yang dia sukai.”
Akhirnya mereka mengusirnya. Yahudi itu berkata, “Semoga Allah melaknat suatu kaum yang duduk bukan pada tempatnya. Mereka hendak membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh tanpa pengetahuan.” Dia pun akhirnya keluar seraya sesumbar, “Wahai manusia Islam telah sirna. Mereka tidak dapat menjawab. Mana Rasulullah dan Khalifah Rasulullah?”
Ibnu Abbas mengikuti orang Yahudi itu dan berkata kepadanya, “Pergilah kepada ilmu kenabian dan ke rumah kenabian Sayyidina Ali bin Abi Thalib!” Sementara itu, Khalifah Abu Bakar dan kaum Muslimin mencari orang Yahudi itu. Mereka mendapatkannya di jalan dan membawanya kepada Sayyidin Ali bin Abi Thalib. Mereka meminta izin darinya untuk masuk. Orang-orang berkumpul. Sebagian ada yang menangis dan sebagian lagi tertawa. Khalifah Abu Bakar berkata, “Wahai Abu al-Hasan, orang Yahudi ini bertanya kepadaku beberapa masalah dari masalah orang-orang zindiq (atheis).”
Sayyidina Ali berkata, “Wahai orang Yahudi apa yang kamu katakana?” “Aku bertanya tetapi Anda akan berbuat yang serupa dengan perbuatan mereka.” Sayyidina Ali berkata, “Apa yang hendak mereka perbuat?” Yahudi itu berkata, “Mereka ingin membunuhku!” Sayyidina Ali berkata, “Jangan khawatir. Tanyalah semuamu!”
Orang Yahudi itu berkata, “Pertanyaan ini tidak diketahui jawabannya kecuali oleh seorang nabi dan pengganti nabi.” Sayyidina Ali berkata, “Tanyalah sesukamu.” “Jawablah tentang sesuatu yang tidak dimiliki Allah, dan sesuatu yang tidak ada pada Allah, serta serta sesuatu yang tidak diketahui Allah?”, tanya orang Yahudi.
Sayyidina Ali menjawab, “Dengan syarat wahai saudara Yahudi!. “Apa syaratnya?”, tanyanya. Sayyidina Ali berkata, “Kamu mengucapkan bersamaku dengan benar dan ikhlas, “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.” Yahudi itu berkata, “Baik, wahai tuanku.” Sayyidina Ali berkata, “Wahai saudara Yahudi. Adapun pertanyaanmu tentang sesuatu yang tidak dimiliki Allah adalah istri dan anak.”
Orang Yahudi itu terperangah. Ia berkata, “Anda benar, wahai tuanku.” “Adapun pertanyaan kamu tentang sesuatu yang tidak ada pada Allah adalah kezaliman.” “Sedangkan pertanyaanmu tentang sesuatu yang tidak diketahui Allah adalah sekutu dan kawan. Dia Mahamampu atas segala sesuatu”, jawab Sayyidina Ali.
Mendengan jawaban Sayyidina Ali, saat itu juga ia berkata, “Ulurkan tanganmu, aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Anda adalah khlifahnya (penggantinya) dan pewarisnya.”
Orang-orang serantak bersorak senang. Khalifah Abu Bakar berkata, “Wahai penyingkap kesedihan, wahai Ali engkau adalah pelegah kegelisahan dan penghilang dahaga”.
Ali Syari’ati salah seorang sastrawan relegius asal Iran, ketika menuliskan Fathimah as, ia berkata, “Fathimah is Fathimah”. Tidak ada kata yang dapat menguraikan kemuliaan putri Rasulullah itu dimatanya. Lidah pun kelu ketika mencoba mengungkapkan sisi kehiduan suaminya, Imam Ali bin Abi Thalib. Cukuplah disini saya kutipkan perkataan Imam Syafi’i dan Ibn Sina tentang Ali. Imam Syafi’i berkata, “Apa yang bisa kukatakan tentang seseorang yang memiliki tiga sifat bergandengan dengan tiga sifat lainnya, yang tak pernah ditemukan bergandengan dalam diri siapa pun. Kedermawanan dengan kefakiran, keberanian dengan kecerdas-bijakan, dan pengetahuan teoritis dengan kecakapan praktis”. Sedang Ibn Sina berucap, “Imam Ali dan Al-Quran merupakan dua mukjizat Nabi saw. Kehidupan Imam Ali pada setiap fase sejarah Islam menjadi sebuah cermin – layaknya cerminan kehidupan Sang Nabi”.
Dikutip dari hikmah sufi



JADI YANG PERTAMA COMMENT


Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.

"Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui" Surah : Al-Baqarah 2:22