Sabtu, 15 Januari 2011

Sirri al-Saqathi.Beristighfar karena ucapan Al-Hamdulillah



Konon Sirri al-Saqathi, salah
seorang kaum Sufi, pernah
berkata, ”Sudah tiga puluh
tahun aku beristighfar kepada
Allah hanya karena ucapan al-
hamdulillah yang keluar dari
mulutku ” Tentu saja banyak
orang menjadi bingung dengan
pernyataannya itu lalu
bertanya kepadanya,
” Bagaimana itu bisa terjadi?”
Sirri berkata, ”Saat itu aku
memiliki toko di Baghdad.

Suatu saat aku mendengar
berita bahwa pasar Baghdad
hangus dilalap api, padahal
tokoku berada di pasar
tersebut. Aku bersegera pergi
ke sana untuk memastikan
apakah tokoku juga terbakar
ataukah tidak? Seseorang lalu
memberitahuku, ”Api tidak
sampai menjalar ketokomu”
Aku pun mengucapkan,
” Alhamdulillah!”
Setelah itu
terpikir olehku, ”Apakah
hanya engkau saja yang
berada di dunia ini? Walaupun
tokomu tidak terbakar,
bukankah toko-toko orang lain
banyak yang terbakar.
Ucapanmu : alhamdulilah
menunjukkan bahwa engkau
bersyukur bahwa api tidak
membakar tokomu. Dengan
demikian, engkau telah rela
toko-toko orang lain terbakar
asalkan tokomu tidak
terbakar!

Lalu aku pun
berkata kepada diriku sendiri
lagi, ”Tidak adakah barang
sedikit perasaan sedih atas
musibah yang menimpa
banyak orang di hatimu, wahai
Sirri ?” (Di sini Sirri menyitir
hadis Nabi, ”Barangsiapa
melewatkan waktu paginya
tanpa memerhatikan urusan
kaum muslimin, niscaya
bukanlah ia termasuk dari
mereka (kaum muslimin )”).
Sudah 30 tahun saya
beristighfar atas ucapan
alhamdulillah itu.
Kisah tentang Sirri al-Saqathi
ini merupakan sebuah contoh
bentuk cinta diri negatif yang
bisa kita katakan sebagai sifat
mementingkan diri sendiri.

Cinta diri seperti ini menutup
pintu bagi segala bentuk
perhatian yang sungguh-
sungguh pada orang lain.
Orang yang mementingkan
diri sendiri hanya tertarik
pada diri sendiri, dia
menghendaki segala-galanya
bagi dirinya sendiri, tidak
merasakan kegembiraan
dalam hal memberi dan hanya
senang jika menerima.

Dunia
luar hanya dipandang dari segi
apa yang dapat dia peroleh.
Dia tidak berminat untuk
memerhatikan kebutuhan-
kebutuhan orang lain dan
tidak menghargai kodrat serta
integritas mereka.

Orang
macam ini tidak bisa melihat
apa-apa selain dirinya sendiri.
Dia menilai setiap orang atau
lainnya hanya semata dari sisi
manfaat buat dirinya. Pada
dasarnya orang macam ini
tidak punya kemampuan
untuk mencintai.

Cinta diri dalam bentuk ini
bukanlah sesuatu yang
sesungguhnya maujud. Cinta
semacam ini sesungguhnya
hanyalah suatu bentuk
kegandrungan seseorang pada
dirinya sendiri. Karena itu
cinta diri seperti ini harus
disingkirkan.

Sebaliknya cinta
diri yang merupakan fithrah
yang ada pada diri manusia
seperti keinginan untuk
memuliakan diri, mensucikan
diri dan hal-hal semacam itu
tentu saja tidak boleh
diabaikan atau pun dibuang.
Perbaikan dan
penyempurnaan diri (nafs)
manusia justru merupakan
kemestian dan keharusan bagi
manusia untuk
mewujudkannya.



JADI YANG PERTAMA COMMENT


Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.

"Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui" Surah : Al-Baqarah 2:22