Jumat, 14 Januari 2011

Mutiara Nasehat al-Musnid al-Habib Umar bin Hafizh Keutamaan Shalat Berjamaah


NASEHAT PERTAMA: “Jangan Sekali-kali Meniggalkan Sholat Berjamaah. Di Rumah pun Kita Di Anjurkan Sholat Dengan Istri Dan Anak-anak Kita.”Rasulullah saw sangat menekankan tentang sholat berjamaah. Beliau saw bersabda: “Pahala shalat jamaah melebihi sholat sendiri sebanyak dua puluh tujuh derajat.”(HR.Muslim). Dikatakan bahwa satu dejarat adalah sejauh jarak langit dan bumi.
Di dalam hadits lain Rasul saw bersabda: “Demi yang jiwaku berada dalam genggamanNya, aku pernah berniat untuk memerintahkan mengumpulkan kayu bakar dan meminta seseorang untuk mengumandangkan azan untuk mengerjakan sholat, lalu memerintahkan seseorang untuk memimpin sholat dan aku akan pergi ke belakang rumah-rumah orang yang tidak pergi mengerjakan sholat (berjamaah). Demi yang jiwaku berada dalam genggamanNya, jika mereka tahu bahwa mereka dapat menemukan tulang yang tertutup daging yang baik atau dua kerat daging terdapat di antara dua tulang rusuk, maka ia akan pergi mengerjakan sholat isya (berjamaah).” (HR.Bukhari).
Sholat jamaah ini adalah untuk seluruh sholat wajib dan beberapa sholat sunnah,seperti sholat sunnah dua hari raya.
Masih terdapat beberapa riwayat shohih lain berkenaan dengan sholat jamaah. Salah satunya adalah riwayat Abdullah bin Mas’ud ra.: “Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kita jalan petunjuk, di antaranya ialah sholat di masjid yang di kumandangkan azan di dalamnya.”(HR.Muslim).
Sholat  berjamaah adalah lebih utama di masjid, dan di rumah pun tetap di anjurkan untuk berjamaah. Berkenaan dengan keutamaan sholat berjamaah di masjid, Rasul saw telah bersabda: “Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu pergi ke suatu masjid untuk menunaikan sholat yang telah Allah swt wajibkan kepadanya, maka setiap langkahnya menghapus sebuah kesalahan dan langkah yang satunya mengangkat satu tingkat derajatnya.” (HR.Muslim).
Sholat wajib adalah sangat utama di lakukan di masjid, sedangkan sholat sunnah adalah lebih utama di lakukan di rumah. Hal ini adalah berdasarkan riwayat shohih dari Rasulullah saw. Nasihat pertama ini di tutup dengan perkataan seorang salaf tentang sholat berjamaah, bahwa Sa’id bin Musayyab berkata: “Barangsiapa yang bisa menjaga sholat lima waktu secara berjamaah, maka ia telah memenuhi daratan dan lautan dengan ibadah.” Wallahu a’lam.
Majelis Nurunnabawiy

Filosofi Pohon Kelapa (Kisah ketawadlu’an Kyai Hamid Pasuruan)


Dewasa ini. Kita pasti mengetahui, bahwasanya guru mana yang tidak mau semua muridnya berhasil dan sukses dalam mata pelajarannya. Tak ayal jika guru ketika berada di rumah sang guru mondar-mandir, ke sana ke mari, hanya perlu memikirkan metode pengajaran yang mudah dipaham oleh para muridnya.
Hal inilah yang pernah dialami oleh Ust. H. Syamsul huda, seniman kaligrafi berkaliber nasional jebolan Pondok Pesantren Salafiyah. Selain sangat ahli dalam masalah seni tulis dan lukis kaligrafi, beliau juga sangat ahli dalam masalah ilmu Nahwu.
Al-Kisah dahulu, ketika Ust. Syamsul masih mengajar ilmu nahwu di Pon-Pes Salafiyah, Mulai ba’da shalat shubuh Ust. Syamsul mulai mondar mandir di depan kantor madrasah salafiyah. Yang diberpikir tiada lain adalah menggunakan metode apakah yang paling tepat agar semua anak didiknya mendapat nilai bagus semua. Padahal jika dilihat, nilai siswa pada pelajaran nahwu yang diajarkan oleh Ust. Syamsul terbilang lumayan relatif, seperti layaknya sekolah-sekolah formal yang lain pastilah ada satu dua anak yang dapat niali merah.
Sudah hampir jam masuk sekolah Ust. Syamsul masih saja mondar-mandir di depan kantor madrasah. Ketika itu Kiai Hamid yang berada di teras ndalem melihat Ust. Syamsul yang terlihat seperti orang linglung. Kiai Hamid pun datang menghampiri Ust. Syamsul.
“Sul… ayo melok aku.” (Sul… Ayo ikut Saya). Ajak Kiai Hamid. Lalu, Ustad yang kini mengisi jajaran staf pengajar di madrasah tsanawiyah dan aliyah tersebut digandeng tangannya sampai di samping ndalem (kediaman) Kiai Hamid. Di situ Ust. Syamsul ditunjukkan sebuah pohon kelapa yang masih sedikit buahnya.
“Sul…awakmu weroh ta lek krambil iku gak kiro dadi kelopo kabeh. Yo onok singlugur, onok sing dadi degan langsung di ondoh, onok seng dadi kelopo iku mek titik, loh ngono iku mau masio wes dadi kelopo kadang sekdipangan bajing. Cobak pikiren mane, seumpamane lek kembang iku dadi kabeh, singsakaken iku uwite nggak kuat engkok”.
(Sul… apakah kamu tahu, kalau “krambil” (bunga kelapa) itu tidak akan jadi kelapa semuanya. Ya ada yang terjatuh, ada yang masih jadi degan akan tetapi sudah diambil, ada juga yang sudah jadi kelapa, itu pun sedikit. Walau pun sudah jadi kelapa, terkadang belum dipanen sudah dimakan sama tupai dulu. Coba kamu pikir, kalau bunga itu jadi kelapa semua, yang kasihan itu pohonnya, pasti tidak akan kuat.) ujar Kiai Hamid. Belum Ust. Syamsul menjawab Kiai Hamid melanjutkan lagi. “anggepen ae wet kelopo iku mau guru, lek onok guru muride dadi kabeh yo angel, yo onok sing bijine elek, yo onok sing pas-pasan. Yo onok mane sing apik. Engko lek muride oleh nilai apik kabeh sak’aken gurune, biso-biso lek nggak kuat guru iku mau biso ngomong “ikiloh didikanku, dadi kabeh sopo disek gurune” lah akhire isok nimbulno sifat sombong.
Paham awakmu Sul? Lek paham wes ndang ngajaro, sekolahe wes wayahe melebu.” (anggap saja pohon kelapa itu tadi adalah guru. Kalau ada seorang guru yang muridnya sukses semua itu sangat sulit. Ya pastinya ada yang nilainya jelek, ada yang nilainya biasa-biasa, dan ada juga yang nilainya bagus. Nanti kalau nilai muridnya bagus semua yang kasihan adalah gurunya. Bisa-bisa guru tersebut berbicara “ini loh, anak didikku, semuanya sukses, siapa dulu gurunya” lah, akhirnya bisa menimbulkan sifat sombong.
Kamu paham Sul? Kalau paham cepat mengajar, sudah waktunya jam masuk sekolah.) tambah Kiai Hamid. Tanpa menjawab Ust. Syamsul pun langsung undur diri dari Kiai Hamid. Subhanalloh … padahal, Ust Syamsul masih bercerita sedikit pun, akan tetapi sudah menjawab semua yang dikeluhkan oleh Ust. Syamsul, dengan menggunakan sebuah filosofi pohon kelapa.
Setiba dikelas Ust. Syamsul masih terpikir oleh ucapan Kiai Hamid tadi. “benar juga apa yang dikatakan oleh beliau (Kiai Hamid”. Ujar Ust. Syamsul dalam hati. Sebaiknya cerita ini bisa menjadi ibrah bagi para guru, agar tidak terlalu berkecil hati ketika ada satu-dua anak didiknya yang didak mampu pada pelajaran yang guru ajarkan. Dibalik itu semua pasti aka nada hikmahnya… (zen)

Bacaan mawlid dapat juga untuk mengusir jin (Kisah nyata khasiat bacaan kitab mawlid oleh Habib Anis AlHabsy Solo dan Habib Munzir)


kejadian di solo, ketika sebuah rumah tua akan dijual oleh pemiliknya namun terlalu banyak jin jahat didalamnya, siapapun masuk akan kesuurpan, dan ada satu kamar yg berisi gamelan dlsb, siapa yg masuk kesana akan mati.
maka Hb Anis Alhabsyi solo memerintahkan pemilik rumah membuka semua pintu dan jendela, lalu masuk bersama sama sambil bershalawat pada nabi saw, lalu dihadapan kamar yg paling berbahaya itu membaca maulid nabi saw, maka saat asyraqal (berdiri untuk mahal qiyam) maka terdengar suara hiruk pikuk dari dalam kamar itu dan pintunya terbuka dan terdengar suara menjerit jerit makhluk tak terlihat keluar dari dalamnya, maka setelah itu rumah itu aman
ketika salah seorang murid saya (Habib Munzir) ke Kuningan untuk menembus wilayah itu, konon wilayah yg akan dikunjungi penuh dg santet dan dukun dukun jahat, saya (Habib Munzir) katakan sudahlah baca maulid nabi saw bersama disana, semua jin akan menghindar.
benar saja, ketika mereka sedang membaca maulid mereka melihat bola bola api berdatangan mendekati rumah dan meledak sebelum sampai ke pagar rumah, lalu suara hiruk pikuk seperti orang orang yg menjerit jerit keluar dari rumah itu tanpa ada wujudnya, sejak itu maka tak satupun dukun yg mengganggu.
kejadian lain di wilayah Beji depok, ada seorang dukun yg konon memiliki banyak jin peliharaan, ia konon memiliki macan jadi jadian yg selalu menjaganya, suatu malam ia kehilangan semua macan jejadiannnya, ia mencarinya kemana mana, lalu ia temukan macan macan jin nya itu sedang bersimpuh tunduk didepan masjid saat kami membaca maulid, maka dukun itu masuk islam dan tobat.
Sumber Habib Munzir AlMusawwa

Terkuaknya ke-wali-an Kyai Hamid Pasuruan dan Kisah salam Kyai Hamid kepada ‘wali gila’ di pasar kendal


Suatu ketika seorang habaib dari Kota Malang, ketika masih muda, yaitu Habib Baqir Mauladdawilah (sekarang beliau masih hidup), di ijazahi sebuah doa oleh Al Ustadzul Imam Al Habr Al Quthb Al Habib Abdulqadir bin Ahmad Bilfaqih (Pendiri Pesantren Darul Hadist Malang).
Habib Abdulqadir Blf berpesan kepada Habib Baqir untuk membaca doa tersebut ketika akan menemui seseorang agar tahu sejatinya orang tersebut siapa,orang atau bukan.
Suatu saat Datanglah Habib Baqir menemui seorang Wali min Auliya illah di daerah Pasuruan, Jawa Timur, yang masyhur dengan nama Mbah Hamid Pasuruan.
Ketika itu di tempat Mbah Hamid banyak sekali orang yang soan kepada baliau, meminta doa atau keperluan yang lain,
Setelah membaca doa tersebut kaget Habib Baqir, ternyata orang yang terlihat seperti Mbah Hamid sejatinya bukan Mbah Hamid, Beliau mengatakan, “Ini bukan Mbah Hamid, khodam ini, Mbah Hamid tidak ada disini” kemudian Habib Baqir mencari dimanakah sebetulnya Mbah Hamid,
Setelah bertemu dengan Mbah Hamid yang asli, Habib Baqir bertanya kepada beliau, “Kyai, Kyai jangan begitu, jawab Mbah Hamid: “ada apa Bib..??” kembali Habib Baqir melanjutkan, “kasihan orang-orang yang meminta doa, itu doa bukan dari panjenengan, yang mendoakan itu khodam, Panjenengan di mana waktu itu?” Mbah Hamid tidak menjawab, hanya diam.
Namun Mbah Hamid pernah menceritakan masalah ini kepada Seorang Habib sepuh (maaf, nama habib ini dirahasiakan),
Habib sepuh tersebut juga pernah bertanya kepada beliau,
“Kyai Hamid, waktu banyak orang-orang meminta doa kepada njenengan, yang memberikan doa bukan njenengan, njenengan di mana? Kok tidak ada..?” jawab Mbah Hamid, “hehehee.. kesana sebentar”
Habib sepuh tsb semakin penasaran, “Kesana ke mana Kyai??”
Jawab Mbah Hamid, “Kalau njenengan pengen tahu, datanglah ke sini lagi”
Singkat cerita, habib sepuh tsb kembali menemui Mbah Hamid, ingin tahu di mana
“tempat persembunyian” beliau,
setelah bertemu, bertanyalah Habib sepuh tadi, “Di mana Kyai..?”
Mbah Hamid tidak menjawab, hanya langsung memegang Habib sepuh tadi, seketika itu, kagetlah Habib sepuh, melihat suasana di sekitar mereka berubah menjadi bangunan Masjid yang sangat megah, “di mana ini Kyai..?” Tanya Habib Sepuh, “Monggoh njenengan pirsoni piyambek niki teng pundi..?” jawab Mbah Hamid.
Subhanalloh..!!!
Ternyata Habib Sepuh tadi di bawa oleh Mbah Hamid mendatangi Masjidil Harom.
Habib sepuh kembali bertanya kepada Kyai Hamid, “Kenapa njenengan memakai doa??” Mbah Hamid kemudian menceritakan,
“Saya sudah terlanjur terkenal, saya tidak ingin terkenal, tidak ingin muncul, hanya ingin asyik sendirian dengan Allah, saya sudah berusaha bersembunyi, bersembunyi di mana saja, tapi orang-orang selalu ramai datang kepadaku,
Kemudian saya ikhtiar menggunakan doa ini, itu yang saya taruh di sana bukanlah khodam dari jin, melainkan Malakul Ardli, Malaikat yang ada di bumi, berkat doa ini, Allah Ta’ala menyerupakan malaikatnya, dengan rupaku”.
Habib sepuh yang menyaksikan secara langsung peristiwa tersebut, sampai meninggalnya merahasiakan apa yang pernah dialaminya bersama Mbah Hamid, hanya sedikit yang di ceritakan kepada keluarganya.
—————————————————————
Lain waktu, ada tamu dari Kendal soan kepada Mbah Hamid, singkat cerita, Mbah Hamid menitipkan salam untuk si fulan bin fulan yang kesehariannya berada di Pasar Kendal, menitipkan salam untuk seorang yang dianggap gila oleh masyarakat Kendal.
Fulan bin fulan kesehariannya berada di sekitar pasar dengan pakaian dan tingkah laku persis seperti orang gila, namun tidak pernah mengganggu orang-orang di sekitarnya,
Tamu tersebut bingung kenapa Mbah Hamid sampai menitip salam untuk orang yang di anggap gila oleh dirinya,
Tamu tsb bertanya, “Bukankah orang tersebut adalah orang gila Kyai..??” kemudian Mbah Hamid menjawab, “Beliau adalah Wali Besar yang njaga Kendal, Rohmat Allah turun, Bencana di tangkis, itu berkat beliau, sampaikan salamku”
Kemudian setelah si tamu pulang ke Kendal, menunggu keadaan pasar sepi, dihampirinyalah “orang gila” yang ternyata Shohibul Wilayah Kendal,
“Assalamu’alaikum…” sapa si tamu,
Wali tsb memandang dengan tampang menakutkan layaknya orang gila sungguhan, kemudian keluarlah seuntai kata dari bibirnya dengan nada sangar,
“Wa’alaikumussalam.. ada apa..!!!”
Dengan badan agak gemetar, si tamu memberanikan diri,
berkatalah ia, “Panjenengan dapat salam dari Kyai Hamid Pasuruan, Assalamu’alaikum……”
Tak beberapa lama, wali tersebut berkata,
“Wa’alaikum salam” dan berteriak dengan nada keras,
“Kurang ajar si Hamid, aku berusaha bersembunyi dari manusia, agar tidak diketahui manusia, kok malah dibocor-bocorkan”
“Ya Allah, aku tidak sanggup, kini telah ada yang tahu siapa aku, aku mau pulang saja, gak sanggup aku hidup di dunia”
Kemudian wali tsb membaca sebuah doa, dan bibirnya mengucap, “LAA ILAAHA ILLALLOH… MUHAMMADUR ROSULULLOH”
Seketika itu langsung meninggallah sang Wali di hadapan orang yang di utus Mbah Hamid agar menyampaikan salam, hanya si tamulah yang meyakini bahwa orang yang di cap sebagai orang gila oleh masyarakat Kendal itu adalah Wali Besar, tak satupun masyarakat yang meyakini bahwa orang yang meninggal di pasar adl seorang Wali,
Malah si tamu juga dicap sebagai orang gila karena meyakini si fulan bin fulan sebagai Wali.
Subhanalloh.. begitulah para Wali-Walinya Allah,
saking inginnya ber-asyik-asyikan hanya dengan Allah sampai berusaha bersembunyi dari keduniawian, tak ingin ibadahnya di ganggu oleh orang-orang ahli dunia,
Bersembunyinya mereka memakai cara mereka masing-masing, oleh karena itu janganlah kita su’udzon terhadap orang-orang di sekitar kita, jangan-jangan dia adalah seorang Wali yang “bersembunyi”.
Cerita Mbah Hamid yang saya coba tulis hanyalah sedikit dari kisah perjalanan Beliau, semoga kita, keluarga kita, tetangga kita dan orang-orang yang kita kenal senantiasa mendapat keberkahan sebab rasa cinta kita kepada wali-walinya Allah,
Jadi ingat nasihat Maha Guru kami, Al Quthb Habib Abdulqadir bin ahmad Bilfaqih,
“Jadikanlah dirimu mendapat tempat di hati seorang Auliya”
Semoga nama kita tertanam di hati para kekasih Allah, sehingga kita selalu mendapat nadhroh dari guru-guru kita, dibimbing ruh kita sampai terakhir kita menghirup udara dunia ini, Amin…….. !!!!
Bagi yang ingin mendapatkan keberkahan dari Kyai Abdul Hamid Pasuruan, kunjungilah Haul Beliau, kalau tidak salah besok, tanggal 23 Februari, bagi yang tahu infonya mohon tulis pada komentar….
Terimakasih………
Sumber: Syaikhina wa Murobbi Arwakhina KH. Achmad Sa’idi bin KH. Sa’id
(Pengasuh Ponpes Attauhidiyyah Tegal)
Sumber http://www.facebook.com/note.php?note_id=365916339516

Salam dari malaikat Jibril (Kisah karomah Kyai Hamid Pasuruan)

Di dunia ini tidak sedikit orang yang beranggapan alam gaib itu tidaklah ada. Meski demikian, ada pula orang yang percaya, akan tetapi kepercayaan mereka cuma sekedar tahu saja, tidak ada pemantapan hingga seratus persen. Lain halnya dengan orang Islam yang memang benar-benar yakin dengan rukun iman yang nomor enam, yakni percaya kepada qodo’ dan qodar atau ketetapan-ketetapan Allah, baik yang buruk maupun yang baik. Memang sangat sulit sekali meyakini barang yang tidak ada wujudnya, tetapi kita sebagai umat Islam wajib hukumnya percaya seratus persen dengan adanya alam ghaib itu ada.
Dalam al-Qur’an dijelaskan:
“لا يعلم الغائب الا لل”"
Yang artinya: “Tidak ada yang mengetahui barang gaib kecuali Allah SWT”
Meskipun demikian, anda jangan terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Memang dalam ayat tersebut al-qur’an menjelaskan sedemikian rupa, akan tetapi para ulama ahli tafsir sepakat bahwa, ada orang-orang tertentu (kekasih Allah) di dunia ini yang memang di izini atau diberi tahu oleh Allah SWT dalam masalah kegaiban tersebut. Contohnya adalah cerita kiai Hamid.
Alkisah, dahulu ada santri yang bernama Ihsan, Ia adalah salah satu khadam (pembantu kiai) yang paling dekat dengan kiai Hamid. Bahkan setiap malam, Ihsan di suruh tidur di ruang tamu kiai Hamid.
Selain terkenal akan tawadhu’ dan kewaliannya. Kiai kelahiran kota Lasem tersebut juga terkenal akan keistiqomahan dalam ibadahnya. Setiap malam beliau tidak pernah meninggalkan qiyamu al-lail (shalat Tahajjud). Pada suatu malam tepatnya pukul 00.00 Istiwa’, setelah melakukan shalat Tahajjud kiai Hamid membangunkan Ihsan. “Ihsan…Ihsan… tangio nak!” ( Ihsan…Ihsan… bangunlah nak! ) begitulah cara halus kiai Hamid ketika membangunkan santrinya. Ihsan pun bangun, sambil mengucek-ucek matanya Ia berkata “Wonten nopo kiai?” (Ada apa kiai?) tanya Ihsan. “Awak mu sa’iki sembayango teros lek mari moco al-Fatihah ping 100, maringono lek wes mari awakmu metuo nang ngarepe gang pondok, delo’en onok opo nang kono.” (Sekarang kamu shalat, lalu sesudahnya kamu baca surat al-Fatihah sampai 100 kali, kalau sudah selesai kamu keluarlah ke gang pondok, lihatlah ada apa di sana.) Perintah kiai Hamid. “inggeh kiai” jawab singkat sang santri. Ia pun langsung pergi ke kamar mandi untuk berwudlu’.
Singkat cerita setelah Ihsan membaca surat al-Fatihah, ia lalu keluar dari gang pondok tepatnya di jalan Jawa, atau yang sekarang namanya berubah menjadi Jl. KH. Abdul Hamid. Pada waktu Ihsan keluar dari pondok, jarum jam kala itu menunjukkan tepat pukul 01.00 dini hari.
Nyanyian jangkrik senantiasa mengiri langkah kaki Ihsan. terangnya sinar rembulan menjadi penerang jalannya. Sesampainya di Jalan Jawa, Ihsan melihat ada mobil dari arah barat. Lalu mobil tersebut berhenti tepat di depannya. Kaca mobil tersebut terbuka, “Ihsan lapo bengi-bengi nang kene?” (Ihsan mau apa malam-malam kok di sini) begitulah suara yang keluar dari dalam mobil tersebut. Karena lampu dalam mobil tidak dihidupkan, Ihsan pun tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang berbicara dengannya. Ihsan pun masih tercengang dan kebingungan suara siapakah itu. Akhirnya pintu mobil itu pun terbuka dan yang keluar adalah Ibu Nyai Hj. Nafisah Ahmad, istri hiai Hamid. Ternyata yang ada di dalam mobil tersebut adalah rombongan Ibu Nyai Hj. Nafisah yang datang dari Jakarta. Ihsan masih belum menjawab pertanyaan yang tadi.
Yo wes ketepaan lek ngono tolong gowokno barang-barange sing nang njero montor, mesisan ambek barange bojone Man Aqib.” (Ya sudah kebetulan, kalau begitu tolong bawakan barang-barang yang ada di dalam mobil, sekalian dengan barangnya istrinya Paman Aqib) perintah Ibu Nyai Nafisah. Tanpa pikir panjang Ihsan pun langsung menurunkan semua barang yang ada di dalam mobil.
Setelah semua barang sudah di bawa ke pondok, Ihsan lalu masuk ke dalam ndalem kiai Hamid. Tak lama kemudian kiai Hamid datang kepada Ihsan. “yok opo San? pas yo! Iku mau pas aku sembayang, malaikat Jibril teko nang aku nyampekno salam teko Allah. Ambek ngandani lek bojoku teko jam siji bengi. San, bener nang al-Qur’an dijelasno, lek gak ono sopo wae sing weroh ambek barang ghoib, yo contone koyok kejadian iku mau iku termasuk ghoib. Cuman Allah SWT iku ngidzini utowo ngewenehi weroh barang sing goib marang uwong sing dicintai ambek gusti Allah.” (Bagaimana San? Pas kan! Itu tadi waktu aku shalat, malaikat Jibril datang menyampaikan salam dari Allah, dan memberi tahu kalau istriku akan datang jam satu malam. San, benar di dalam al-Qur’an dijelaskan, bahwasannya tidak ada siapa pun yang mengetahui tentang masalah gaib. Ya, contohnya kejadian tadi itu termasuk gaib. Cuma Allah SWT itu memberi idzin atau memberi tahu barang gaib kepada hamba yang dicintainya) jelas kiai Hamid. Setelah menjelaskan kejadian tersebut, kiai Hamid langsung masuk ke dalam. Sedangkan Ihsan masih tercengang dan merasa kagum kepada kiai Hamid.
Tidaklah ada kalimat yang pantas ketika kita melihat atau mendengar kejadian yang menakjubkan dari Allah SWT, malainkan kata “Subhanalloh…!” (zEn)
Sumber: KH. Ihsan Ponco Kusumo-Malang

Shalawat Sayyidinaa UWAIS Al QARNI


TransliterationAllaahumma Salli ‘alaa Sayyidinaa Muhammadiun Wa Aalihee Wa’itratihee be ‘Adadi Kulli Ma’ loomillaka Astaghfirullaa Halladhi La ilaahaa illaa huwal Hayyul Qayyoomu Wa Atoobu ilaih. Yaa Hayyu Yaa Qayyoom
Translation
Dear Allaah, bestow Your Choicest Blessings upon our Master Muhammad and upon his extended family and his progeny according to the number of all things known to You. I seek the forgiveness of the One but for whom there is no God, The Truly and Perfectly Alive and The Self Sustained and I turn to Him with repentance. O The Truly and Perfectly Alive O The Self Sustained

This is the Salaatunnabi (Durood) recited by Hadrat Sayyidinaa UWAIS QARNEE , and the inherited Durood Shareef of the Honorable chain of Quadariyyah; Mujaddidiyyah; Ghafooriyyah; Raheemiyyah; Kareemiyyah and Ameeriyyah.
It is highly recommended that those who seek the love and closeness to the Beloved of Allaah, Hadrat Muhammad make it mandatory upon themselves to recite this Durood Shareef according to their capacity and the time they have available. For instance at least 11 times after each Salaat. It should be recited more frequently after Ishaa, Tahajjud and Fajr. 100,300,500 times or even more. Remember though, once the frequency is fixed, be steadfast upon it!

Download MP3 - PDF - Manaqib Maulid Al Barzanji (Syekh Jakfar Al Barzanji)


Download Maulid Barzanji
MP3 Barzanji
Manaqib Syekh Jakfar Al Barzanji Pengarang Maulid Barzanji 1
Manaqib Syekh Jakfar Al Barzanji Pengarang Maulid Barzanji 2
Download PDF Maulid Barzanji
Download Maulid Al Barzanji dari Majalah Al Kisah

Sayyidina Ali menjawab pertanyaan yahudi ‘tentang sesuatu yang tidak dimiliki Allah, dan sesuatu yang tidak ada pada Allah, serta serta sesuatu yang tidak diketahui Allah?’


Sayyidina Ali K.W: Pintu Ilmu kenabian
Ini sepenggal kisah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kw. Suatu hari Anas bin Malik menyaksikan seorang Yahudi yang datang menghadap Khalifah Abu Bakar dan berkata, “Aku ingin bertemu dengan khalifah Rasulullah saw.” Para sahabat membawanya kepada Khalifah Abu Bakar. Dihadapan Abu Bakar, orang Yahudi berkata, “Anda khalifah Rasulullah saw?”
Khalifah Abu Bakar berkata, “Ya, tidakkah kamu melihat aku di tempat dan mihrab beliau?” Orang Yahudi itu berkata, “Jika Anda sebagaimana yang Anda katakana, wahai Khalifah Abu Bakar. Aku ingin bertanya kepada Anda tentang beberapa masalah.” Khalifah berkata, “Bertanyalah semaumu!”
Orang Yahudi itu bertanya, “Beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang tidak dimiliki Allah, yang tidak ada pada Allah dan yang tidak Allah ketahui?” Khalifah berkata, “Itu adalah masalah-masalah orang zindiq (atheis) wahai orang Yahudi!”
Waktu itu, orang-orang Muslim hendak membunuh orang Yahudi itu. Ibnu Abbas segera berteriak dan berkata, “Wahai Khalifah Abu Bakar, janganlah tergesa-gesa membunuhnya!” Khalifah Abu Bakar berkata, “Tidakkah kamu mendengar apa yang telah dikatakannya?”
Ibnu Abbas berkata, “Kalau Anda mempunyai jawabannya, jawablah! Jika tidak, keluarkan dia ke tempat yang dia sukai.”
Akhirnya mereka mengusirnya. Yahudi itu berkata, “Semoga Allah melaknat suatu kaum yang duduk bukan pada tempatnya. Mereka hendak membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh tanpa pengetahuan.” Dia pun akhirnya keluar seraya sesumbar, “Wahai manusia Islam telah sirna. Mereka tidak dapat menjawab. Mana Rasulullah dan Khalifah Rasulullah?”
Ibnu Abbas mengikuti orang Yahudi itu dan berkata kepadanya, “Pergilah kepada ilmu kenabian dan ke rumah kenabian Sayyidina Ali bin Abi Thalib!” Sementara itu, Khalifah Abu Bakar dan kaum Muslimin mencari orang Yahudi itu. Mereka mendapatkannya di jalan dan membawanya kepada Sayyidin Ali bin Abi Thalib. Mereka meminta izin darinya untuk masuk. Orang-orang berkumpul. Sebagian ada yang menangis dan sebagian lagi tertawa. Khalifah Abu Bakar berkata, “Wahai Abu al-Hasan, orang Yahudi ini bertanya kepadaku beberapa masalah dari masalah orang-orang zindiq (atheis).”
Sayyidina Ali berkata, “Wahai orang Yahudi apa yang kamu katakana?” “Aku bertanya tetapi Anda akan berbuat yang serupa dengan perbuatan mereka.” Sayyidina Ali berkata, “Apa yang hendak mereka perbuat?” Yahudi itu berkata, “Mereka ingin membunuhku!” Sayyidina Ali berkata, “Jangan khawatir. Tanyalah semuamu!”
Orang Yahudi itu berkata, “Pertanyaan ini tidak diketahui jawabannya kecuali oleh seorang nabi dan pengganti nabi.” Sayyidina Ali berkata, “Tanyalah sesukamu.” “Jawablah tentang sesuatu yang tidak dimiliki Allah, dan sesuatu yang tidak ada pada Allah, serta serta sesuatu yang tidak diketahui Allah?”, tanya orang Yahudi.
Sayyidina Ali menjawab, “Dengan syarat wahai saudara Yahudi!. “Apa syaratnya?”, tanyanya. Sayyidina Ali berkata, “Kamu mengucapkan bersamaku dengan benar dan ikhlas, “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.” Yahudi itu berkata, “Baik, wahai tuanku.” Sayyidina Ali berkata, “Wahai saudara Yahudi. Adapun pertanyaanmu tentang sesuatu yang tidak dimiliki Allah adalah istri dan anak.”
Orang Yahudi itu terperangah. Ia berkata, “Anda benar, wahai tuanku.” “Adapun pertanyaan kamu tentang sesuatu yang tidak ada pada Allah adalah kezaliman.” “Sedangkan pertanyaanmu tentang sesuatu yang tidak diketahui Allah adalah sekutu dan kawan. Dia Mahamampu atas segala sesuatu”, jawab Sayyidina Ali.
Mendengan jawaban Sayyidina Ali, saat itu juga ia berkata, “Ulurkan tanganmu, aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Anda adalah khlifahnya (penggantinya) dan pewarisnya.”
Orang-orang serantak bersorak senang. Khalifah Abu Bakar berkata, “Wahai penyingkap kesedihan, wahai Ali engkau adalah pelegah kegelisahan dan penghilang dahaga”.
Ali Syari’ati salah seorang sastrawan relegius asal Iran, ketika menuliskan Fathimah as, ia berkata, “Fathimah is Fathimah”. Tidak ada kata yang dapat menguraikan kemuliaan putri Rasulullah itu dimatanya. Lidah pun kelu ketika mencoba mengungkapkan sisi kehiduan suaminya, Imam Ali bin Abi Thalib. Cukuplah disini saya kutipkan perkataan Imam Syafi’i dan Ibn Sina tentang Ali. Imam Syafi’i berkata, “Apa yang bisa kukatakan tentang seseorang yang memiliki tiga sifat bergandengan dengan tiga sifat lainnya, yang tak pernah ditemukan bergandengan dalam diri siapa pun. Kedermawanan dengan kefakiran, keberanian dengan kecerdas-bijakan, dan pengetahuan teoritis dengan kecakapan praktis”. Sedang Ibn Sina berucap, “Imam Ali dan Al-Quran merupakan dua mukjizat Nabi saw. Kehidupan Imam Ali pada setiap fase sejarah Islam menjadi sebuah cermin – layaknya cerminan kehidupan Sang Nabi”.
Dikutip dari hikmah sufi

Kisah indah Ibnu Hajar dengan Seorang Yahudi tafsir hadist “addunya sijnul mukmin wa jannatul kafir”. kitab “Fathul Majid” bab sifat jaiz Allah karya Imam Nawawi Al Bantani.

Ibnu Hajar rahimahullah dulu adalah seorang hakim besar Mesir di masanya. Beliau jika pergi ke tempat kerjanya berangkat dengan naik kereta yang ditarik oleh kuda-kuda atau keledai-keledai dalam sebuah arak-arakan.
Pada suatu hari beliau dengan keretanya melewati seorang yahudi Mesir. Si yahudi itu adalah seorang penjual minyak. Sebagaimana kebiasaan tukang minyak, si yahudi itu pakaiannya kotor. Melihat arak-arakan itu, si yahudi itu menghadang dan menghentikannya. Si yahudi itu berkata kepada Ibnu Hajar:
“Sesungguhnya Nabi kalian berkata: ” Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir. ” (HR. Muslim). Namun kenapa engkau sebagai seorang beriman menjadi seorang hakim besar di Mesir, dalam arak-arakan yang mewah, dan dalam kenikmatan seperti ini.
Sedang aku –yang kafir- dalam penderitaan dan kesengsaran seperti ini.” Maka Ibnu Hajar menjawab: “Aku dengan keadaanku yang penuh dengan kemewahan dan kenimatan dunia ini bila dibandingkan dengan kenikmatan surga adalah seperti sebuah penjara. Sedang penderitaan yang kau alami di dunia ini dibandingkan dengan yang adzab neraka itu seperti sebuah surga.”
Maka si yahudi itupun kemudian langsung mengucapkan syahadat: “Asyhadu anlailaha illallah. Wa asyhadu anna Muhammad rasulullah,” tanpa berpikir panjang langsung masuk Islam.

Marga Al-Bal-Ghoits

Yang pertama kali (digelari) “AI-Balghoits” adalah Ahmad bin Al Ghoits bin Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Umar Al-Hamra.
Soal gelar “Al-Baghoits” ada dua versi penyebabnya:
  1. Menyatakan bahwa : Datuk Beliau yaitu Ahmad bin Umar AI-Hamra menamakan Ayah Beliau dengan Al-Ghoits dengan pengharapan agar anaknya mendapat berkat dan hidayah serta kelak menjadi seorang Waliyyullah sebagaimana yang didapat oleh pendahulunya Waliyyullah yang tersohor “Abul - Ghoits “.
  2. Menyatakan bahwa : Sewaktu di daerah dimana Waliyyullah Ahmad Al-Balghoits bermukim yaitu di Lahij (Yaman) mengalami musim kemarau yang berkepanjangan; maka penduduk setempat memohon Waliyyullah Ahmad Balghoits agar supaya memanjatkan do’a kepada Allah agar supaya Allah SWT segera menurunkan hujan. Kemudian do’a Beliau dikabulkan dengan turunnya hujan. Hujan dalam bahasa Arabnya adalah ” AI-Mathar ” dan sinonimnya yaitu “AI-Ghoits“.
Beliau dilahirkan di kota Lahij. Dikaruniai seorang anak lelaki yang dinamai Alwi yang melanjutkan keturunan Beliau, yang berada di Timur Tengah dan di Indonesia ( yang kebanyakan berada di Kalimantan ). Beliau pulang ke Rahmatullah di kota Lahij pada tahun 990 Hijriyyah.
Semoga Allah SWT memasukkan Beliau Beliau ke dalam Surga dan menghimpunkannya bersama-sama para Nabi, para Syuhada, para Auliya dan para Sholihin. Amin !.

Marga Al-Ba ‘Agil

Yang pertama kali dijuluki (digelari) “Ba ‘Agil” adalah Habib Agil bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah.
Beliau dilahirkan di kota Tarim (Hadhramaut), dan dikarunia 1 orang Putera yaitu Abdurrahman.
Habib Abdurrahman bin Agil mempunyai 3 orang putera yaitu :
  • Hasan
  • Muhammad-Al Hadi. Keduanya menurunkan keturunan “Al-Ba’agil Assegaf
  • Umar, menurunkan keturunan “Ba’agil
Habib Agil bin Abdurrahman Assegaf wafat di kota Tarim pada tahun 871 Hijriyah.

Marga Al-Auhaj

Yang pertama kali digelari “Al-Auhaj” adalah Habib Abdullah bin Alwi bin Ali bin Abu Bakar Al-Fakher bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammil Faqih.
Soal gelar yang disandangnya, karena beliau bemukim di dusun yang disebut “Auhaj” di Yaman.
Beliau dilahirkan di kota Tarim (Hadhramaut), dan dikarunia 3 orang Putera, yaitu Ahmad, Ali dan Abdullah; yang kemudian melanjutkan keturunan beliau. Terutama yang berada di Indonesia.
Habib Abdullah Al-Auhaj bin Alwi bin Ali wafat di Goroh (Hadhramaut) pada tahun 868 Hijriyah.

Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan

Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan

Orator ulung ini rajin menyampaikan taushiah di sejumlah majelis taklimdi Indonesia. Dialah Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan, sang
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fakhriyah, Tangerang, Banten
Wajah dai yang satu ini tentu sudah banyak dikenal oleh kalangan habaib dan muhibbin yang ada di Indonesia. Usianya kini menginjak 30 tahun.
Tapi reputasinya sebagai ulama dan mubalig sudah diakui oleh kaum muslimin di Indonesia. Tidak saja di Jakarta, tapi juga di banyak majelis-majelis haul dan maulid yang digelar di berbagai tempat; seperti Gresik, Surabaya, Solo, Pekalongan, Tegal, Semarang, Bandung,Palembang, Pontianak, Kalimantan, hampir berbagai daerah di negeri ini sudah dirambahinya.
Bakatnya sebagai dai memang bukan tidak saja karena dia adalah cucudari Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, “Singa Podium” dan seorang pejuang dakwah di Betawi pada tahun 1906 - 1969. Dai yang satu ini memang sedari kecil telah tertempa dalam lingkungan pendidikan yang sarat religius. Wajar, jika agamanya pun cukup mendalam.
Wajah ulama muda yang saleh ini tampak bersih, tutur katanya halus, dengan gaya berceramahnya enak didengar dan mengalir penuh untaian kalam salaf serta kata-kata mutiara yang menyejukan para pendengarnya. Seperti kebanyakan habib, ia pun memelihara jenggot, dibiarkannya terjurai.
Dialah Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan, putra Habib Novel bin Salim bin Jindan bin Syekh Abubakar, salah seorang ulama yang terkenal di Jakarta. Habib Jindan bin Novel juga dikenal sebagai penerjemah bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang andal. “Ketika dia menerjemahkan taushiah gurunya, Habib Umar bin Hafidz, makna dan substansinya hampir sama persis dengan bahasa aslinya. Bahkan waktunya pun hampir sama dengan waktu yang digunakan oleh Habib Umar,” tutur seorang habib diJakarta.
Lahir di Sukabumi, pada hari Rabu 10 Muharram 1398 atau 21 Desember 1977, sejak kecil ia selalu berada di lingkungan majlis taklim dan sarat dengan pendidikan ilmu-ilmu agama. “Waktu kecil saya sering diajak ke berbagai majelis taklim di
Jakarta oleh saya punya Abah, yakni Habib Novel bin Salim bin Jindan. Dari situ saya mendapat banyak manfaat, antara lain berkah dari beberapa ulama dan habaib yang termasyhur,” kenang Bapak 5 anak (4 putri, 1 putri) ini kepada alKisah.
Bisa dimaklumi, sebab ayahandanya memang dikenal sebagai mubalig yangtermasyhur pula. Pengalaman masa kecil itu pula yang mendorongnya selalu memperdalam ilmu agama. Pada umur dua tahun, ia bersama keluarganya tinggal di Pasar Minggu bersebelahan dengan rumah keluarga Habib Salim bin Toha Al-Haddad (PasarMinggu).
Lepas itu, pada umur lima tahun ia juga pernah dititipkan untuk tinggal di rumah Habib Muhammad bin Husein Ba’bud dan putranya, yakni Habib Ali bin Muhammad
bin Husein Ba’abud, tepatnya di kompleks Pondok Pesantren Darun Nasyi’ien (Lawang, Malang). “Di Lawang, sehari-hari saya tidur di kamar Habib Muhammad Ba’bud. Selama disana dibilang mengaji, tidak juga. Tapi berkah dari tempat itu selama setahun saya tinggal, masih terasa sampai sekarang,” ujarnya dengan senyum khasnya.
Menginjak umur 6 tahun ia ikut orangtuanya pindah ke Senen Bungur, pria berkacamata ini mengawali belajar di SD Islam Meranti, Kalibaru Timur (Bungur, Jakarta Pusat). Ia juga belajar diniyah pada sebuah Madrasah yang diasuh oleh Ustadzah Nur Baiti di Bungur.
Ia kemudian melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah di Madrasah Jami’atul
Kheir, Jakarta hingga tingkat Aliyah, tapi tidak tamat. Selama di Jami’atul Kheir, banyak guru-guru yang mendidiknya seperti Habib Rizieq Shihab, Habib Ali bin Ahmad Assegaf, KH. Sabillar Rosyad, KH.Fachrurazi Ibrahim, Ustadz Syaikhon Al-Gadri, Ustadz Fuad bin Syaikhon Al-Gadri, dan lain-lain.
Sejak muda, sepulang sekolah ia selalu belajar pada Habaib dan Ulama di Jakarta,seperti di Madrasah Tsagofah Islamiyah yang diasuh oleh Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf dan putranya Ust AbuBakar Assegaf. Habib Jindan juga pernah belajar bahasa Arab di Kwitang (Senin, Jakpus) di tempat Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi dengan ustadz-ustadz setempat.
Selain itu pada sore nya ia juga sering mengikuti rauhah yang digelar oleh Majelis Taklim Habib Muhammad Al-Habsyi. Di majlis itu, banyak habaib dan ulama yang menyampaikan pelajaran-pelajaran agama seperti Habib Abdullah Syami’ Alattas, Habib Muhammad Al-Habsyi, Ustadz Hadi Assegaf, Habib Muhammad Mulakhela Ustadz Hadi Jawwas dan lain-lain.
Beruntung, karena sering berada di lingkungan Kwitang, sehingga ia banyak berjumpa para ulama-ulama dari mancanegara yang datang ke Kwitang, seperti Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, Habib Ja’far Al-Mukhdor, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf dan masih banyak lainnya.
Pada setiap hari Minggu pagi, ia selalu hadir di Kwitang bersama Abahnya, Habib Novel bin Salim bin Jindan yang juga selalu didaulat berceramah. Sekitar tahun 1993, ia bertemu pertama kali dengan Habib Umar Hafidz di Majlis Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang) saat pengajian Minggu pagi.
Pertemuan kedua terjadi terjadi saat Habib Umar bin Salim Al-Hafidz berkunjung ke Jamiat Kheir. Saatitu yang mengantar rombongan Habib Umar adalah Habib Umar Mulakhela dan UstadzHadi Assegaf.
Uniknya, satu-satunya kelas yang dimasuki oleh Habib Umar adalah kelasnya, padahal di Jami’at Kheir saat itu ada belasan kelas. Begitu masuk kelas, Ustadz Hadi Assegaf dari depan kelas memperkenalkannya dengan Habib Umar bin Salim Al-Hafidz. Saat itu, Ustadz Hadi menunjuknya sambil mengatakan kepada Habib Umar, kalau dirinya juga bermarga bin Syekh Abu Bakar bin Salim, sama klannya dengan Habib Umar bin Salim Al-Hafidz.
Saat itulah Habib Umar tersenyum dengan khasnya sambil memandang Habib Jindan. Itulah perkenalan pertama Habib Jindan dengan Habib Umar Al-Hafidz di ruang kelas yang masih terkenangnya sampai sekarang.
Sejak itulah hatinya tergerak untuk belajar ke Hadramaut. Pernah suatu ketika ia akan berangkat ke Hadramaut, namun sayang, sang pembawa Habib Bagir bin Muhammad bin Salim Alattas (Kebon Nanas) meninggal. Pernah juga ia akan berangkat dengan salah satu saudaranya, tapi salah satu saudaranya sakit. Hingga akhirnya dalam keputusasaan tersebut, tiba-tiba Habib Abdul Qadir Al-Haddad (Al-Hawi, Condet) datang ke rumahnya mengabarkan kalau Habib Umar bin Hafidz menerimanya sebagai santri.
Lalu ia berangkat bersama rombongan pertama dari Indonesia yang jumlahnya 30 orang santri.
Diantaranya yakni Habib Munzir bin Fuad Al-Musawwa, Habib Qureisy Baharun, Habib Shodiq bin Hasan Baharun, Habib Abdullah bin Hasan Al-Haddad, Habib Jafar bin Bagir Alattas dan lain-lain. Ia kemudian belajar agama kepada Habib Umar bin Hafidz di Tarim, Hadramaut. “Ketika itu Habib Umar belum mendirikan Pesantren Darul Musthafa. Yang ada hanya Ribath Tarim, kami tinggal di rumah Habib Umar, ” tuturnya.
Baru dua minggu di Hadramaut, pecah perang antar saudara di Yaman berkecamuk. Memang, situasi perang tidak terasa di lingkungan Pondok, karena Habib Umar perang atau tidak perang, ia tetap mengajar murid-muridnya. Dampak perang saudara ini dirasakan oleh seluruh penduduk Yaman, dimana listrik mati, gas minim, bahan makanan langka. “Terpaksa kita masak dengan kayu bakar,” katanya.
Baginya, Habib Umar bin Hafidz bukan sekadar guru, tapi juga sumber inspirasi. “Saya sangat mengagumi semangatnya dalam berdakwah dan mengajar.
Dalam situasi apa pun, beliau selalu menekankan pentingnya berdakwah dan mengajar. Bahkan dalam situasi perang pun, tetap mengajar. Beliau memang tak kenal lelah,” tambahnya.
Saat itu Darul Musthofa memang belum berdiri seperti sekarang, situasi yang serba terbatas. Walau pun situasi yang susah, itu sangat mengesankan baginya. Dahulu para santri tinggal di sebuah kontrakan yang sederhana di belakang kediaman Habib Umar.
Sedangkan pelajaran taklim selain diasuh sendiri oleh Habib Umar, para santri juga belajar di berbagai majelis-majelis taklim yang biasa di gelar di Tarim, seperti di Rubath Tarim, Baitul Faqih, Madrasah Syeikh Ali, mengaji kitab Bukhari di Masjid Ba’alwi, Taklim di Zawiyah Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad (Al-Hawi, Hadramaut), belajar Ihya di Zanbal di Gubah Habib Abdullah bin Abubakar Alaydrus, Zawiyah Mufti Tarim, yakni Syeikh Fadhal bin Abdurrahman Bafadhal dan lain-lain.
Selama mengaji dengan Habib Umar, ia sangat terkesan dengan salah satugurunya itu. “Beliau dalam mengajar tidak pernah marah. Saya tidak pernah mendengar Beliau mengomel atau memaki-maki kita. Kalau ada yang salah, ditegurnya baik-baik dan dikasih tahu. Selain itu, Habib Umar terkenal sangat istiqamah dalam hal apa pun,” katanya.
Habib Jindan mengaku sangat beruntung bisa belajar dengan seorang alim dan orator ulung seperti Habib Umar. Memang Habib Umar mendidik santri-santrinya bisa berdakwah, para santri mendapat pendidikan khusus untuk memberikan taushiah dalam bahasa Arab tiap sehabis shalat Subuh masing-masing santri dua orang, walaupun hanya sekitar lima sampai sepuluh menit.
Latihan kultum, itu juga menjadi saling menasehati antar santri. Setelah satu tahun menjadi santri ada program dakwah tiga hari sampai seminggu bagi yang mau dakwah berkeliling. Bahkan dirinya sudah mengajar untuk santri-santri senior pada akhir-akhir masa pendidikan.
Setelah selama kurang lebih 4 tahun, sekitar tahun 1998 ia pulang ke Indonseia bersama dengan rombongan Habib Umar yang mengantar sekaligus santri-santri asal Indoensia dan berkunjung ke rumah beberapa murid-muridnya. Perlu diketahui, angkatan pertama ini hampir 98% semua dari Indonesia, hanya dua - tiga orang dari santrisetempat. Untuk itulah, ia pulang seminggu terlebih dahulu, untuk mempersiapkanacara dan program kunjungan Habib Umar di Indonesia.
Saat pertama kali pulang, ia oleh sang Abah diperintahkan untuk berziarahdengan para Habaib sepuh yang ada di Jakarta, Bogor dan sekitarnya. Ada beberapa pendorong dan memberikan motivasi dirinya untuk berdakwah, seperti sang Ayahanda, Habib Novel bin Salim bin Jindan, Habib Hadi bin Ahmad Assegaf dan Habib Anis Al-Habsyi.
Menurutnya; masukan, didikan, motivasi oleh sang Abah memang ia rasakan. “Ikhlaslah dalam berdakwah. Yang penting, apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati,” kata Habib Jindan menirukan Abahnya. Habib Novel bin Salim bin Jindan (alm) memang dikenal sebagai orator ulung sebagaimana abahnya yakni Habib Salim bin Jindan.Wajarlah bila Habib Novel ingin putra-putranya menjadi dai-dai yangtangguh.
“Kalau ceramah jangan terlalu panjang.Selagi orang lagi asyik, kamu berhenti. Jangan kalau orang sudah bosen, baru berhenti, nanti banyak audiens kapok mendengarnya. Lihat situasi dan keadaannya, sesuaikan dengan materi ceramahnya dan waktu ceramahnya. Lihat, kalau disitu ada beberapa penceramah, kamu harus batasi waktu berceramah dan bagi-bagi waktunya dengan yang lain”. Sampai masalah akhlak dan sopan santun dengan semua orang diajarkan, itu kesan dan masukan dari Abahnya, Habib Novel bin Salim bin Jindan kepadanya.
Selain berceramah, ia bersama sang adik, Habib Ahmad bin Novel bin Salim Jindan dan adik-adiknya yang lain sekarang waktuya banyak dicurahkan untuk mengasuh pondok pesantren Al-Fakhriyyah yang terletak di Jln. Prof. Dr. Hamka, Kp. Gaga, RT 001 RW 04 No. 1 Larangan Selatan, Ciledug.

Marga Al-Fad’aq

FAD’AQ, arti dari nama sejenis harimau. Leluhur Alawiyyin yang mendapat gelar Fad’aq dikarenakan mempunyai sifat kuat dan berani seperti Harimau (macan). Sewaktu berdakwah (berjuang) fi Sabilillah.
Ada dua golongan Alawiyyin yang bergelar AI-Fad’aq. Masing masing disandang :
  1. Oleh Waliyyullah Umar Fad’aq bin Abdullah Wathab bin Muhammad Al-Manfar
    Beliau dilahirkan di Jami Gasam (Hadramaut). Dikaruniai 6 orang anak laki-laki. 4 diantaranya yang menurunkan keturunannya; masing-masing bernama:1. Muhammad, menurunkan Al-Fad’aq yang bergelar: Al-Bait Mahrus, keturunannya hanya berada di Misygoroh (Hadramaut).
    2. Ali, menurunkan A!-Fad’xq yang disebut AI-Syatiri-Bunami, keturunannya hanya berada di Magad dan di Dhifar (Hadramaut).
    3. Alwi, keturunannya hanya berada di India
    4. Ibrahim, keturunannya hanya berada di Gasam; di Dhifar, di Magad (Hadramaut) dan di Jaman Utara
  2. Waliyyullah Umar Fad’aq bin Abdullah Wathab berpulang ke Rahmatullah di Jami’ Gasam pada tahun 910 Hijriyyah.
  3. Disandang oleh Waliyyullah Fad’aq bin Muhammad bin Abdullah bin Mubarak bin Abdullah Wathab bin Muhammad Al-Manfar
    Gelar yang disandangnya, kemungkinan ayah Beliau menamakan anaknya dengan Fad’aq dengan pengharapan semoga anaknya dapat keberkatan dan meneladani Waliyyullah Umar Fad’aq pendahulunya.
    Beliau dilahirkan di: Baydlo’ (Hadramaut): Dikanuniai 5 orang anak laki-laki. 3 diantaranya yang melanjutkan keturunannya masing-masing yang bernama: Hasan, A’gil dan Abdullah. Keturunannya semuanya hanya disebut “Al-Fad’aq” saja, yang kebanyakan berada di Indonesia.
    Beliau pulang ke Rahmatullah di Baydlo’ pada tahun 1000 Hijnyyah
Semoga Allah SWT memasukkan Beliau-Beliau ke dalam Surga dan menghimpunkannya bersama-sama para Nabi, para Syuhada, para Auliya dan para Shalihin. Amin !

Marga Al-Bil-Faqih

Yang pertama kali dijuluki (digelari) “BilFaqih” adalah waliyyullah Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Asgok bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al Faqih Al-Muqaddam.
So’al gelar yang disandangnya karena ayah Beliau adalah seorang ulama besar yang menguasai ilmu ilmu Agama Islam diantara ilmu yang banyak dikuasainya adalah ilmu “Fiqih”, ilmu syariat agama Islam, dengan sendirinya Beliau menjadi seorang ulama besar dan waliyyullah pula mengikuti jejak ayahnya.
Waliyyullah Abdurrahmari bin Muhammad Bil-Faqih dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai dua orang anak masing-masing Husein dan Ahmad yang keduanya menurunkan keturunannya.
Waliyyullah Abdurrahman bin Muhammad BilFaqih pulang ke Rahmatullah di kota Tarim pada tahun 966 Hijriyyah.
Semoga Allah SWT memasukkan Beliau-Beliau ke dalam Surga dan menghimpunkannya bersama-sama para Nabi, para syuhada, para Auliya dan para Sholihin. Amin !.

Marga Al-Bafaraj

Yang pertama kali dijulukan (digelari) ” AI-Bafaraj ” adalah Waliyyullah Faraj bin Ahmad AI-Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammil Faqih.
So’al gelar yang disandangnya karena ayah Beliau memberi nama Faraj (yang artinya Senang dan Berkat ) pada Beliau ; dengan pengharapan semoga Allah SWT akan menjadikan anaknya kelak seorang yang Shaleh mendapat penuh kesenangan dan keberkatan. Dan kenyataannya Faraj bin Ahmad Masrafah menjadi seorang Waliyyullah yang selalu berjuang Fi Sabilillah.
Waliyyullah Faraj bin Ahmad AI-Masrafah dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak lelaki , masing-masing bernama : Abubakar ; Umar ; Abdullah dan Alwi. Beliau-Beliau yang melanjutkan keturunan Al-Bafaraj ; terutama yang kebanyakan berada di Indonesia.
Waliyyullah Faraj bin Ahmad Al-Masrafah pulang ke Rahmatullah di kota Tarim pada tahun 876 Hijriyyah.
Semoga Allah SWT memasukkan Beliau Beliau ke dalam Surga dan menghimpunkannya bersama-sama para Nabi, para Syuhada, para Auliya dan para Sholihin. Amin !.

Marga Arab Hadramaut

Secara umum penggolongan Marga Arab Hadramaut itu dikategorikan dalam 4 golongan:
  1. Alawiyin (golongan yang mengaku keturunan Rasulullah via keturunan Ahmad bin Isa (AlMuhajir))
  2. Qabili / Qabail / Qabayl (golongan yang memegang senjata)
  3. Masaikh / Dhaif (gologang pedagang / petani / rakyat kebanyakan)
  4. Abid (golongan pembantu / hamba sahaya)

Latar Belakang

Alkisah, golongan Alawiyin karena desakan politik di persia (iran) terpaksa hijrah mencari penghidupan yang lebih baik ke daerah Hadramaut. Disana mereka menyampaikan kepada beberapa muqaddam (kepada suku) mengenai maksud untuk tinggal di Hadramaut dan juga menerangkan jati diri mereka (sebagai turunan Rasulullah). Sebelum secara resmi mereka diterima, muqaddam disaat itu mengirim utusan ke Hejaz untuk mengecek mengenai keberadaan mereka (terutama status turunan Rasul). Namun, setelah beberapa waktu, ada satu keluarga di Hadramout tersebut yang langsung menerima golongan Alawiyin ini untuk tinggal tanpa menunggu kepulangan utusan yang dikirim dan penerimaan secara resmi. Selanjutnya keluarga ini dikenal dengan nama keluarga Bafadhal, yaitu “golongan yang menerima”
Di bawah ini adalah daftar nama marga orang Arab keturunan Yaman (suku Arab Hadramaut):

A

  • Abbad, Abdul Aziz, Abudan, Aglag, Al Abd Baqi, Al Aidid, Al Ali Al Hajj, Al Amri, Al Amudi, Al As, Al As-Safi, Al Ba Abud, Al Ba Faraj, Al Ba Harun, Al Ba Raqbah, Al Baar, Al Bagdadi, Al Baiti, Al Bakri, Al Bal Faqih, Al Barak, Al Bargi, Al Barhim, Al Batati, Al Bawahab, Al Bin Jindan, Al Bin Sahal, Al Bin Semit, Al Bin Yahya, Al Bukkar, Al Fad’aq, Al Falugah, Al Gadri, Al Hadi, Al Hadi, Al Halagi, Al Hasani, Al Hasyim, Al Hilabi, Al Hinduan, Al Huraibi, Al Aydrus, Al Jabri, Al Jaidi, Al Jailani, Al Junaid, Al Kalali, Al Kalilah, Al Katiri, Al Khamis, Al Khatib, Al Kherid, Al Madhir, Al Mahdali, Al Mahfuzh, Al Matrif, Al Maula Dawilah, Al Maula Khailah, Al Munawwar, Al Musawa, Al Mutahhar, Al Qadri, Al Qaiti, Al Qannas, Al Rubaki, Al Waini, Al Yafi’ie, Al Yamani, AlMathori, AlMukarom, Ambadar, Arfan, Argubi, Askar, Assa’di, Assaili, Asy Syarfi, Attamimi, Attuwi, Azzagladi,al Dames

B

  • Ba Abdullah, Ba Attiiyah, Ba Atwa, Ba Awath, Ba Dekuk, Ba’ Dib, Ba Faqih, Ba Sendit, Ba Siul, Ba Sya’ib Bin Ma’tuf Bin Suit, Ba Syaiban, Ba Tebah, Ba Zouw, Ba’asyir, Babadan, Babten, Badegel, Badeges, Ba’dokh, Bafana, Bafadual, Bagaramah, Bagarib, Bagges, Bagoats, Bahafdullah, Bahaj, Bahalwan, Bahanan, Baharmus, Baharthah, Bahfen, Bahmid, Bahroh, Bachrak, Bahsen, Bahwal, Bahweres, Baisa, Bajabir, Bajened, Bajerei, Bajrei, Bajruk, Bakarman, Baksir, Baktal, Baktir, Bal Afif, Baladraf, Balahjam, Balasga, Balaswad, Balfas, Baljun, Balweel, Bamakundu, Bamasri, Bamasak , Bamatraf, Bamatrus, Bamazro, Bamu’min, Banaemun, Banafe, Bana’mah, Banser, Baraba, Baraja, Barakwan, Barasy, Barawas, Bareyek, Baridwan, Barjib, Baruk, Basalamah, Basalim, Basalmah, Basgefan, Bashay, Ba’sin, Baslum, Basmeleh, Basofi, Basumbul, Baswel, Baswer, Basyarahil, Batarfi, Bathef, Bathog, Ba’Tuk, Bawazier, Baweel, Bayahayya, Bayasut, Bazandokh, Bazargan, Bazeid, Billahwal, Bin Abd Aziz, Bin Abd Samad, Bin Abdat, Bin Abri, Bin Addar, Bin Afif, Bin Ajaz, Bin Amri, Bin Amrun, Bin Anuz, Bin Bisir, Bin Bugri, Bin Coger, Bin Dawil, Bin Diab, Bin Duwais, Bin Faris, Bin Gannas, Bin Gasir, Bin Ghanim, Bin Ghozi, Bin Gozan, Bin Guddeh, Bin Guriyyib, Bin Hadzir, Bin Hafidz, Bin Halabi, Bin Hamid, Bin Hana, Bin Hatrash, Bin Hilabi,Bin Hizam, Bin Hud, Bin Humam, Bin Huwel, Bin Ibadi, Bin Isa, Bin Jaidi, Bin Jobah, Bin Juber, Bin Kartam, Bin Kartim, Bin Keleb, Bin Khalifa, Bin Khamis, Bin Khubran, Bin Mahri, Bin Mahfuzh, Bin Makki, Bin Maretan, Bin Marta, Bin Mattasy, Bin Mazham, Bin Muhammad, Bin Munif, Bin Mutahar, Bin Mutliq, Bin Nahdi, Bin Nahed, Bin Nub, Bin On, Bin Qarmus, Bin Sadi, Bin Said, Bin Sanad, Bin Seger, Bin Seif, Bin Syahbal, Bin Syaiban, Bin Syamil, Bin Syamlan, Bin Syirman, Bin Syuaib, Bin Tahar, Bin Ta’lab, Bin Sungkar, Bin Tebe, Bin Thahir, Bin Tsabit, Bin Ulus, Bin Usman, Bin Wizer, Bin Zagr, Bin Zaidan, Bin Zaidi, Bin Zimah, Bin Zoo, Bukkar,Badziher.

T

  • Thalib

G

  • Ghana’

H

  • Haidrah, Hamde, Hamadah, Harhara, Hatrash, Hubeisy,Hayaze, Hasni, Humaid

J

  • Jawas, Jibran, Jabli

K

  • Karamah, Kurbi

M

  • Magadh, Makarim, Marfadi, Martak, Mashabi, Mugezeh, Munabari, Mahdami,Machdan

N

  • Nabhan

S

  • Sallum, Shahabi, Shogun, Sungkar, Syaiban, Syammach, Syawik,Syagran.

U

  • Ugbah, Ummayyer

Z

  • Za’bal, Zaidan, jurhum, Zeban, Zubaidi

Nama dan Julukan Sayyidah Fatimah Az-Zahra’ as.

Imam Shadiq AS bersabda: “Beliau dinamakan Fathimah karena tidak ada keburukan dan kejahatan pada dirinya. Apabila tidak ada Ali AS, maka sampai hari Kiamat tidak akan ada seorangpun yang sepadan dengannya (untuk menjadi pasangannya)”.
Para Imam Ahlu-Bayt AS sangat memuliakan pemilik nama Fathimah tersebut. Salah satu pengikut Imam Jakfar as-Shadiq AS telah dikaruniai seorang anak perempuan, kemudian beliau bertanya kepadanya: “Engkau telah memberikan nama apa kepadanya?”. Ia menjawab: “Fathimah”. Mendengar itu Imam AS bersabda: “Fathimah, salam sejahtera atas Fathimah. Karena engkau telah menamainya Fathimah maka hati-hatilah. Jangan sampai engkau memukulnya, mengucapkan perkataan buruk kepadanya, dan muliakanlah ia.”
Wanita mulia nan agung yang menjadi kekasih Allah dan Rasul-Nya itu bernama Fathimah. Keagungannya telah dinyatakan oleh manusia termulia dan makhluk Allah teragung, Muhammad SAW yang segala pernyataannya tidak mungkin salah. Pada kesempatan ini, kita akan melihat beberapa sebutan mulia bagi wanita agung tersebut, disamping banyak nama dan sebutan lagi yang disematkan pada pribadi kekasih Allah dan Rasul-nya itu. Di antaranya ialah;

FATHIMAH
Syaikh Shaduq dalam kitab “I’lall Asy-Syara’i” dan Allamah al-Majlisi dalam kitab “Bihar al-Anwar” telah menukil riwayat dari Imam Jakfar bin Muhammad as-Shadiq AS, bahwasanya beliau bersabda: “Sewaktu Sayidah Fathimah Zahra AS terlahir, Allah SWT memerintahkan para malaikat untuk turun ke bumi dan memberitahukan nama ini kepada Rasulullah. Maka Rasulullah SAW pun memberi nama Fathimah kepadanya.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 13)
Dari segi bahasa ’fathama’ berarti “anak yang disapih dari susuan”. Dalam sebuah riwayat dari Imam Muhammad bin Ali al-Baqir AS telah dinyatakan bahwa, setelah kelahiran Fathimah Zahra AS, Allah SWT berfirman kepadanya: “Sesungguhnya aku telah menyapihmu dengan ilmu, dan menyapihmu dari kototan (Inni fathamtuki bil ilmi wa fathamtuki a’nith thomats)”. Hal ini seperti seorang bayi sewaktu disapih dari susu maka ia memerlukan makanan lain sebagai penggantinya. Dan Sayidah Fathimah Zahra AS setelah disapih, sedang makanan pertamanya berupa ilmu.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 13)
Imam Ali bin Musa ar-Ridho AS telah meriwayatkan hadis dari ayahnya, dimana ayahnya telah meriwayatkan dari para leluhurnya hingga sampai ke Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda: “Wahai Fathimah, tahukan engkau kenapa dinamakan Fathimah?”. Kemudian Imam Ali AS bertanya: “Kenapa wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Karena ia dan pengikutnya akan tercegah dari api neraka”. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 14). Atau dalam riwayat lain beliau bersabda: “Karena terlarang api neraka baginya dan para pecintanya”.( Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 15)
Imam Ali bin Abi Thalib AS bersabda, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “Ia dinamakan Fathimah karena Allah SWT akan menyingkirkan api neraka darinya dan dari keturunannya. Tentu keturunannya yang meninggal dalam keadaan beriman dan meyakini segala sesuatu yang diturunkan kepadaku.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 18-19)
Imam Shadiq AS bersabda: “Beliau dinamakan Fathimah karena tidak terdapat keburukan dan kejahatan pada dirinya. Apabila tidak ada Ali AS maka sampai hari Kiamat tidak akan ada seorangpun yang sepadan dengannya (untuk menjadi pasangannya)”. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 10)
Dalam beberapa sumber telah dijelaskan bahwa nama Fathimah merupakan nama yang sangat disukai oleh para Maksumin (Ahlu-Bayt) AS. Para Imam Ahlu-Bayt AS sangat memuliakan pemilik nama tersebut. Salah satu pengikut Imam Shadiq AS telah dikaruniai seorang anak perempuan, kemudian beliau bertanya kepadanya: “Engkau telah memberikan nama apa kepadanya?”. Ia menjawab: “Fathimah”. Mendengar itu Imam AS bersabda: “Fathimah, salam sejahtera atas Fathimah. Karena engkau telah menamainya Fathimah, maka hati-hatilah jangan sampai memukulnya, mengucapkan perkataan buruk kepadanya, dan muliakanlah ia.”
Salah seorang pengikut Imam Shadiq AS berkata: “Pada suatu hari dengan raut muka sedih, aku telah menghadap Imam Shadiq AS. Beliau bertanya: “Kenapa engkau bersedih?”. Aku menjawab: anakku yang terlahir adalah perempuan. Beliau bertanya kembali: “Engkau beri nama apa ia?”. Aku menjawab: “Fathimah”. Beliau kembali berkata: “Ketahuilah jika engkau telah menamainya Fathimah, janganlah engkau berkata buruk kepadanya dan janganlah memukulnya”.”(Wasa’il as-Syi’ah jilid 15 halaman 200)

ZAHRA
Zahra, artinya ialah “yang bersinar” atau “yang memancarkan cahaya”. Imam Hasan bin Ali al-Askari (imam ke-11) bersabda: “Salah satu sebab Sayidah Fathimah dinamai az-Zahra karena tiga kali pada setiap hari beliau akan memancarkan cahaya bagi Imam Ali AS.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 11) Memancarkan cahaya bagaikan matahari pada waktu pagi, siang dan terbenam matahari.
Dalam riwayat lain Imam Shadiq AS bersabda: “Sebab Sayidah Fathimah dinamakan Zahra karena akan diberikan kepada beliau sebuah bangunan di surga yang terbuat dari yaqut merah. Dikarenakan kemegahan dan keagungan bangunan tersebut maka para penghuni surga melihatnya seakan sebuah bintang di langit yang memancarkan cahaya, dan mereka satu sama lain saling mengatakan bahwa bangunan megah bercahaya itu dikhususkan untuk Fathimah AS.”
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa, orang-orang telah bertanya kepada Imam Shadiq AS: “Kenapa Fathimah AS dinamakan Zahra?” Beliau menjawab: “Karena sewaktu beliau berada di mihrab (untuk beribadah) cahaya memancar darinya untuk para penghuni langit, bagaikan pancaran cahaya bagi para penghuni bumi.” (Namha wa Alqaab Hadzrate Fathimah Zahra halaman: 22)

UMMU ABIHA
Panggilan kesayangan bagi Sayidah Fathimah. adalah Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Dia adalah puteri yang mulia dari pemimpin para makhluq, Rasulullah SAW, Abil Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim.
Fatimah a.s. memperlakukan Rasul SAWW lebih dari perlakuan seorang ibu terhadap anaknya, sebagaimana Rasul SAWW mencintai dan menghormati Az-Zahra’ lebih dari penghormatan seorang anak terhadap ibunya. Sirah Nabawi mengingatkan kita akan sikap Rasul SAWW saat ditemui Az-Zahra’. Beliau berdiri menyambut, menyalami, mencium, dan mendudukkannya di sisi beliau, serta menemaninya dengan seluruh jiwa.
Ketika Nabi SAW terluka dalam Perang Uhud, Sayidah Fathimah keluar dari Madinah menyambutnya dan menghampiri ayahnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka-lukanya, Fathimah langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air dan membasuh mukanya. Betapa indah situasi di mana hati Muhammad SAW berdenyut menunjukkan cinta dan sayang kepada puterinya itu. Seakan-akan kulihat Az-Zahra’ a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya dengan cinta dan kasih sayang.



MUHADDATSAH
Muhaddatsah, artinya ialah “orang yang malaikat berbicara dengannya”. Telah dijelaskan bahwasanya para malaikat dapat berbicara dengan selain para nabi atau para rasul. Dan orang-orang selain para nabi dan rasul itu dapat mendengar suara dan melihat para malaikat. Sebagaimana dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT telah menjelaskan bahwasanya Mariam bin Imran AS (bunda Maria) telah melihat malaikat dan berbicara dengannya. Hal ini telah disinyalir dalam surah al-Imran ayat 42, “Dan (Ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, Sesungguhnya Allah Telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).”
Dalam sebuah riwayat Imam Shadiq AS bersabda: “Fathimah dijuluki muhaddatsah karena para malaikat selalu turun kepadanya, sebagaimana mereka memanggil Mariam AS, berbicara dengannya, dan mereka mengatakan: “Wahai Fathimah, sesungguhnya Allah SWT telah memilihmu, mensucikanmu dan memilihmu atas perempuan seluruh alam”. Para malaikatpun menyampaikan kepada Fathimah Zahra AS tentang hal-hal yang akan terjadi di masa mendatang, raja-raja yang akan berkuasa, dan hukum-hukum Allah SWT. Fathimah Zahra AS meminta kepada Imam Ali AS untuk menulis semua perkara yang telah disampaikan para malaikat kepadanya. Serta jadilah kumpulan tulisan tersebut dinamakan dengan mushaf Fathimah”. (Bihar al-Anwar jilid 43)
Imam Shadiq AS telah berkata kepada Abu Bashir: “Mushaf Fathimah berada pada kami. Dan tiada yang mengetahui tentang isi mushaf tersebut….mushaf tersebut berisikan hal-hal yang telah diwahyukan Allah SWT kepada ibu kami, Fathimah Zahra AS.” (Bihar al-Anwar jilid 43, Fathimah az-Wiladat to Syahadat halaman 111)

MARDHIYAH
Mardiyah, artinya ialah “orang yang segala perkataan dan perilakunya telah diridhoi Allah SWT”. Adapun sebab beliau dijuluki dengan julukan mardiyah karena bersumber pada beberapa hadis yang telah disampaikan Rasulullah SAW berkaitan dengan kedudukan Sayidah Fathimah Zahra AS, dimana beliau telah bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT murka atas murka-mu dan ridho atas keridhoan-mu.” (Riwayat dengan kandungan seperti ini bisa didapati pada beberapa sumber seperti, Mustadrak ash-Shahihain jilid 3 halaman 153, Kanzul Ummal jilid 6 halaman 219, Mizan al-I’tidal jilid 2 halaman 72, Dzakhairu al-‘Uqba halaman 39)
Catatan: Tentunya hadis-hadis Rasulullah tentang Sayidah Fathimah Zahra AS itu bukanlah berasal dari hawa nafsu dan atas dasar nepotisme seorang ayah terhadap anaknya. Karena sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an beliau tidak mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an: “ Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (QS an-Najm:3). Maka hadis-hadis itu sebagai bukti akan keistimewaan Fathimah Zahra AS dimata Allah dan Rasul-Nya.

SIDDIQAH KUBRA
Shiddiqah, artinya ialah “seorang yang sangat jujur”, orang yang tidak pernah berbohong. Atau orang yang perkataannya membenarkan prilakunya. (Lisanul Arab dan Taajul Aruus)
Pada waktu menjelang kepergian (wafat) Rasulullah SAW, beliau berkata kepada Ali AS: “Aku telah menyampaikan berbagai masalah kepada Fathimah. Benarkan (percayailah) segala yang disampaikan Fathimah, karena ia sangat jujur.” (Bihar al-Anwar jilid 22 halaman 490)
Dalam sebuah hadis bahwasanya Ummulmukminin Aisyah berkata: “Tidak aku dapatkan seseorang yang lebih jujur dari Fathimah, selain ayahnya.” (Hilyatul Auliya’ jilid 2 halaman 41 dan atau Mustadrak as-Shahihain jilid 3 halaman 16)
Dan kedudukan ini (Shiddiqiin) berada pada tingkatan para nabi, syuhada dan shalihin sebagaimana yang telah disinyalir al-Qur’an: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh, dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisa : 6
Rasulullah SAW berkata kepada Imam Ali AS: “Tiga hal berharga telah dihadiahkan kepadamu, dan tidak seorangpun yang mendapatkannya termasuk aku; Engkau memiliki mertua seorang rasul, sementara aku tidak memiliki mertua sepertimu. Engkau memiliki istri yang sangat jujur (shiddiqqah) seperti putriku, sementara aku tidak memiliki istri sepertinya. Engkau dikaruniai anak-anak seperti Hasan dan Husein, sementara aku tidak dikaruniai anak-anak seperti mereka. Namun demikian engkau berasal dariku dan aku berasal darimu.” (Ar-Riyadhu an-Nadrah jilid 2 halaman 202)

RAIHANAH
Dalam sebuah riwayat berkaitan dengan putrinya, Rasulullah SAW bersabda: “Fathimah merupakan wewangianku. Ketika aku merindukan bau surga maka aku akan mencium Fathimah”. (Bihar al-Anwar jilid 35 halaman 45, dan kandungan hadis semacam ini pun bisa didapati dalam tafsir Ad-Durrul Mansur Suyuthi)

BATHUL
Ibnu Atsir dalam karyanya yang berjudul “An-Nihayah” menyatakan: “Kenapa Fathimah dijuluki Al-Bathul? Karena beliau dari segi keutamaan, agama, dan kehormatan lebih dari para perempuan yang ada pada zamannya. Atau karena beliau telah memutuskan hubungannya dengan dunia dan hanyalah mencari kecintaan Allah SWT.” (Hadis dengan redaksi semacam ini juga dapat kita jumpai pada kitab-kitab seperti; Maanil Akhbar hal 54, Ilalu Asy-Syarai’ hal 181, Yanaabi’ al-Mawaddah hal 260)
Dalam kitab “al-Manaqib” pada jilid 3 halaman 133 dijelaskan bahwa seseorang telah bertanya kepada Rasulullah; “Kenapa seseorang dijuluki al-Bathul? Beliau menjawab: “Yaitu perempuan yang tidak keluar darinya darah haid. Sesungguhnya hal itu tidak layak bagi para putri para nabi (lain).” (Al-Manaqib jilid 3 halaman 133, Al-awalim jilid 6 halaman 16)

RASYIDAH
Rasyidah, artinya ialah “wanita yang telah dianugrahi petunjuk”, selalu berada dalam kebenaran dan pemberi petunjuk bagi yang lain. Rasulullah SAW telah memberikan julukan ini kepada putrinya, Fathimah AS. Dalam sebuah riwayat telah dijelaskan bahwasanya Imam Ali AS bersabda: “Beberapa saat sebelum kepergian Rasulullah (wafat), beliau telah memanggilku. Beliau bersabda kepadaku dan Fathimah: “Ini hanutku (ialah kapur barus yang dioleskan ke anggota sujud seorang jenazah, red) yang telah dibawakan Jibril dari surga untukku. Beliau telah menitip salam untuk kalian berdua dan berkata: “Engkau harus membagikan hanut ini, dan ambillah untukmu. Pada saat itu Fathimah AS berkata: “1/3-nya untuk engkau wahai ayahku. Sedang sisanya, biarlah Ali sendiri yang memutuskannya”. Mendengar itu Rasulullah menangis dan memeluk putrinya seraya bersabda: “Engkau adalah wanita yang telah dianugrahi taufiq (pertolongan khusus) dan rasyidah (petunjuk) yang telah mendapatkan ilham dari-Nya, dan mendapatkan petunjuk dari-Nya. Pada saat itu pula Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ali, katakan padaku tentang sisa hanut tersebut”. Aku (Ali) berkata: “Setengah dari yang tersisa ialah untuk Zahra (Fathimah). Dan berkaitan dengan sebagian lainnya apa perintahmu, ya Rasulullah?”. Rasulullah SAW bersabda: “Sisanya untukmu, maka peliharalah.” (Bihar al-Anwar jilid 22 halaman 492)

HAURA INSIYAH (bidadari berbentuk manusia)
Sebelum Rasul melakukan salah satu mi’rajnya(dari beberapa riwayat disebutkan Rasulullah tidak melakukan mi’raj sekali saja, bahkan berkali-kali red), Atas perintah Allah SWT, beliau tidak diperkenankan untuk menemui (mengumpuli) istrinya selama 40 hari. Dan pada hari terakhir beliau dalam mi’raj-nya memakan buah-buahan seperti; kurma dan apel yang berasal dari surga. Seusai beliau memakan buah-buahan yang berasal dari surga itu lantas beliau menemui (mengumpuli) istrinya Sayidah Khadijah AS. Dan dari nutfah (sperma) yang berasal dari buah-buahan surga itulah, Sayidah Khadijah AS mengandung janin Sayidah Fathimah Zahra AS. Oleh karena itu, Sayidah Fathimah Zahra AS dijuluki ‘haura Insiyah’ (bidadari berbentuk manusia). (Tafsir Furat Kufi halaman 119, Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 18, riwayat-riwayat semacam inipun bisa didapati dalam sumber-sumber Ahlusunah seperti; Ad-Durrul Mansur, Mustadrak Shahihain, Dzakhairu al-Uqbah, Tarikh Bagdadi dsb)
Haura insiyah, artinya ialah “bidadari yang berbentuk manusia”, para wanita surga dinamakan bidadari karena putih dan hitam matanya sangat elok dan menarik sekali. Oleh karena itu, seorang wanita yang memiliki mata yang sangat elok seperti bidadari, dijuluki bidadari. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 5)

THAHIRAH
Thahirah berarti yang “suci atau maksum dari dosa dan kesalahan”. Hal ini karena beliau telah disucikan dari salah dan dosa, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 33, “… Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Berdasarkan ayat di atas Allah SWT telah mensucikan Ahlu-Bayt Nabi SAW. Dan salah satu dari Ahlu-Bayt Nabi SAW tersebut adalah Sayidah Fathimah AS. Ayat di atas diturunkan berkaitan dengan “Ashhabul Kisa” (penghuni kain), yaitu Rasulullah, Imam Ali, Sayidah Fathimah Zahra, Imam Hasan dan Imam Husein. Hal ini dapat dirujuk dalam berbagai sumber seperti, Tafsir at-Thabari, Tafsir Ad-Durrul Mansur, Tarikh al-Bagdadi, Tafsir al-Kasyaf, Usudul Ghabah…

Download Gratis MP3 Kumpulan Ceramah / Qasidah / Foto Abag Guru Sekumpul

Guru Ijai
Video Wajah Tuan Guru Zaini sebelum dimakamkan
  1. http://www.4shared.com/file/155398905/e8cd62a0/02SIFAT_DUA_PULUH.html
  2. http://www.4shared.com/file/142614356/22421953/Adab_Membaca_Al-Quran.html
  3. http://www.4shared.com/file/155428709/81300228/Allahumma_Shalli_ala_Muhammad.html
  4. http://www.4shared.com/file/126993512/2b1f88c5/Berkat_Salawat_A.html
  5. http://www.4shared.com/file/126994726/990cf3c8/Berkat_Salawat_B.html
  6. http://www.4shared.com/file/126997913/da60d660/Bertemu_Allah_A.html
  7. http://www.4shared.com/file/126998598/d4126cd2/Bertemu_Allah_B.html
  8. http://www.4shared.com/file/126996422/362e4103/Garetek_Hati_A.html
  9. http://www.4shared.com/file/126997030/7e8eded7/Garetek_Hati_B.html
  10. http://www.4shared.com/file/155407507/47afb877/Ihya-Syarat_Fiqh-A.html
  11. http://www.4shared.com/file/155411508/cf1bd38a/Ihya-Syarat_Fiqh-B.html
  12. http://www.4shared.com/file/142611730/adac430e/Kaya_Hati.html
  13. http://www.4shared.com/file/155879674/b69caa0b/Nurul_Huda-.html
  14. http://www.4shared.com/file/155422331/cc729161/Qasidah_-_Hama_Qalbi.html
  15. http://www.4shared.com/file/155423356/bcf0c421/Qasidah_-_Nabiyyal_Huda.html
  16. http://www.4shared.com/file/155432183/ff6cd458/Rabbi_Khalaq_Thaha_Min_Nur.html
  17. http://www.4shared.com/file/155873399/3fd8d9b7/Shalla_alaikallah_Ya_Adnani.html
  18. http://www.4shared.com/file/155416522/802f60af/Wali_Allah-A.html
  19. http://www.4shared.com/file/155419211/6f276405/Wali_Allah-B.html
  20. MP3 Maulid Ya Sayyidi Abah Guru Ijai
  21. http://www.4shared.com/audio/hnDnBp-1/_32__Khobbiri__Tuan_Guru_Ijai_.html
Download juga di sini http://www.4shared.com/dir/O6fKIG1h/MP3-Abah-Guru-Sekumpul.html
Kumpulan Foto Guru Ijai
Koleksi Foto Guru Ijai
  1. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=0
  2. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=15
  3. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=30
  4. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=45
  5. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=60
  6. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=75
  7. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=90
  8. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=105
  9. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=120
  10. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=135
  11. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=150
  12. http://www.facebook.com/group.php?v=photos&gid=76786446576&so=165 
Sumber Group di Facebook Jamaah ABAH GURU SEKUMPUL

Menyambut Mawlid Kelahiran Sayyidina Muhammad
  1. Download Gratis MP3 Maulid AlHabsyi / Simthudduror Habib Syech bin AbdulQadir Assegaf dari Majalah Alkisah
  2. Download Gratis MP3 Maulid Al Habsyi (Simtudduror) dilantunkan oleh Habib Abdurrahman Basurrah
  3. Download Gratis MP3 Maulid Al Habsyi (Simtudduror) dilantunkan oleh Haddad Alwi
  4. Download Gratis MP3 Maulid Simtudduror / Maulid Al Habsyi dari Majalah Al Kisah
  5. Download Gratis MP3 Khutbah Jumat dari Majalah Alkisah
  6. Download Gratis MP3 Dialog antara Majalah Alkisah dengan Habib Lutfi bin Yahya
  7. Download MP3 Gus Dur menyanyikan Al-i’tiraf (Doa abu Nawas) - Ilahi lastu lil Firdaus
  8. Download Gratis MP3 / Ceramah KH Mustafa Bisri
  9. Download Gratis MP3 / Ceramah Cak Nun (Emha Ainun Najib) dan Kyai Kanjeng
  10. Download Gratis MP3 Kumpulan Ceramah / Qasidah / Foto Guru Ijai - Guru Sekumpul
  11. Download Sholawat Langitan
  12. Download Gratis MP3 Mutiara Qasidah Al-Imam Abdullah Bin Alawi Al-Haddad
  13. Fadhilah Burdah
  14. Naseem Habbat A’laina (backsound blog ini)
  15. MP3 dan Teks Maulid Adh-Dhiyaul Lami
  16. Download Mp3 Burdah, Shalawat, Nasyid,Maulid
  17. Download Mp3, Teks Qasidah Burdah Imam Busyiri
  18. Download MP3 dan PDF Dalailul Khairat
  19. Download MP3 Qasidah Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf
  20. Kitab Khulasoh Madad An-Nabawy (amalan bani ‘alawy)
  21. Download MP3 - PDF - Manaqib Maulid Al Barzanji (Syekh Jakfar AL Barzanji)

Habib




Habib Thohir Al Kaff
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk [menjadi]
rahmat bagi semesta alam
QS. Al Anbiyaa’ [21] : 107
Serulah [manusia] kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
[845] Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
QS. An Nahl [16] : 125

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.

[314] ialah: orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran rasul, dan inilah orang-orang yang dianugerahi nikmat sebagaimana yang tersebut dalam
surat Al Faatihah ayat 7.
QS.an Nisa’ [4] : 69


Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)[152], Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan Shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat Ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
QS. Al An’am [6] : 153
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
QS. Muhammad [ 47] : 7

Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri[1344].
[1344] ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah Karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan Hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu
QS. Asy Syuura [42] : 23

Sumber http://airmatamursid.blogspot.com/2008/04/salafush-sholeh.html

Alasan mencintai Habaib

Kata Habib secara bahasa merupakan wazan fa’il dengan makna muhibbun artinya orang yang mencintai, dan bisa juga mahbubun yang berarti orang yang dicintai. Di Indonesia, kata Habib ini digunakan untuk panggilan kepada itroturrasul saw atau anak cucu keturunan Rasulullah saw. Tersebut dalam Kitab Syarah ‘Uqudullujjain fi bayani huquqizzaujain, karya Syeikh Annawawiy AlBantani, sebagai berikut :
Menurut istilah sebagian orang, bahwa anak cucu Rasulullah saw apabila laki-laki disebut Habib, dan jika wanita disebut Habbabah. Sedangkan istilah kebanyakan orang adalah Sayyid dan Sayyidah.
Sudah barang tentu leluhur para Habaib datang ke berbagai penjuru dunia, termasuk juga ke Indonesia, adalah untuk nasyrud da’wah, menyiarkan dakwah. Hal tersebut dapat diketahui dari tarikh masuknya Islam ke berbagai negara di dunia ini, bukan hanya Indonesia.
Habaib yang berada di Indonesia ini, terutama yang kami ketahui di Jabodetabek dan tanah jawa, tiap pribadi mereka mempunyai silsilah keturunan dari : Sayyidina Alfaqihul Muqaddam ra., dari Sayyidina Ahmad Almuhajir ra., dari Sayyidina Ja’far Asshadiq ra., dari Sayyidina Muhammad Al-Baqir ra., dari Sayyidina Ali Zainal ’Abidin ra., dari Sayyidinal Husain ra. dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallahu wajhahu dan Sayyidatina Fathimatuzzhra ra., dari junjungan kita Rasulullah saw.
Dewasa ini, para Habaib di Indonesia sudah menjadi warga negara Republik Indonesia, karena mereka telah turun-temurun tinggal di tanah air. Dan mereka juga telah membaur dengan kebudayaan setempat.
Karena demikian membaurnya, terkadang tidak jarang identitas mereka sebagai keturunan Rasulullah saw tidak dikenal khalayak umum lagi. Hal ini terjadi karena sifat tawadhu yang ada pada dzurriyaturrasul saw ini yang tidak mau menonjolkan dirinya dan tidak mau mencari ketenaran yang tidak diperlukan oleh agama.
Selain kata Habib, ada istilah lainnya yang biasa digunakan untuk panggilan kepada anak cucu Rasulullah saw ini. Misalnya kata Sayyid, Sayyidah, Syarief, dan Syarifah. Bahkan ada panggilan keakraban yang ambil dari penggalan kata tersebut, seperti Ayip yang disingkat dari Syarief. Atau Ipah dari kata Syarifah. Atau di Tb dari Tubagus yang diambil dari kata Thoyyib yang berarti baik. Istilah Tb ini biasanya untuk anak cucu keturunan Sulthan Hasanuddin Banten yang juga merupakan keturunan Rasululllah saw.
Alasan mencintai Habaib
Untuk lebih mencintai para Habaib ini, mari kita menelaah firman Allah swt. dalam suratus Syuraa ayat 23, sebagai berikut :
Katakanlah olehmu. Aku tidak minta upah kepadamu dalam menyampaikan risalah ini. Hanya kecintaan kepada kaum kerabatku.
Keterangannya termaktub dalam Tafsirul Munir li ma’alimit tanzil, karya Syekh Nawawi Al bantani, juz ke Il halaman 269, sebagai berikut:
Katakanlah olehmu : Aku tidak minta kepadamu upah karenanya, kecuali cinta terhadap para keluarga.
Artinya . Katakanlah olehmu wahai semulia-mulia makhluk, kepada ahli Makkah Aku tidak minta kepadamu upah sekali-kali atas menyampaikan khabar gembira dan ancaman, tetapi minta kepadamu kecintaan yang menetap pada ahli kerabat. Dan menyintai keluarga Nabi Muhammad itu wajib. Telah berkata Imam Syafi’i ra. Wahai pengendara, berhentilah engkau di tempat melontar Jamroh di Mina.
Dan teriakkanlah terhadap orang yang mendiami masjid Khaif dan yang bangkit daripadanya diwaktu dinihari bila melirnpah Jama’ah Haji ke Mina, laksana limpahan air tawar yang melimpah. Jika yang disebut haluan Rafidhi itu, cinta kepada keluarga Nabi Muhammad. Maka hendaklah jin dan manusia menyaksikan, sesungguhnya aku ini Rafidhi.
Rafidhi adalah satu kelompok daripada Ash-habussyi’ah.
Tersebut pula, dalam Taajuttafsir li kalaami MalikiI Kabir, karya Sayyid Muhammad Utsman Almirghani juz II,
Katakanlah terhadap mereka wahai Nabi yang Mulia. Aku tidak meminta kepadamu, (aku tidak menuntut kepadamu, karena menyampaikan risalah dan keikhlasanku sebagai petunjukku bagimu), akan upah (manfaat daripadamu) kecuali kecintaan (ada dibaca mawaddatan) pada para kerabat (Dan bahwasannya kamu sayangi dan cintai kerabatku karena aku).
Dan tatkala turun ayat ini, Beliau ditanya orang : “Ya Rasulullah, siapakah kerabat Tuanku?” Beliau menjawab :”Ali, Fathimah dan anak keduanya.”
Ahlu bait mempunyai keutamaan, di mana selayaknya kita memuliakan mereka. Yang dikehendaki ahli bait di sini adalah mereka yang diharamkan menerima shadaqah wajib. Dan mereka itu menurut Imam kita Syafi’i ra. adalah orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
Perhatikanlah firman Allah swt pada suratul Ahzaab ayat 33, sebagai berikut:
Hanyasanya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu wahai ahli bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. dari Abi Bakr Ash-shiddiq ra. yang mauquf atasnya:
Indahkanlah Nabi Muhammad saw dalam ahli rumahnya. (HR. Albukhari).
Menurut An Nawawi dalam Riyadlush Shalihin :
Makna Indahkanlah adalah peliharalah, hormatilah, dan muliakanlah dia.
Mengenai apakah Habib itu diharamkan masuk neraka, dan pasti masuk surga adalah suatu hal yang amat wajar.
Menurut apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw.:
Karena sesungguhnya Allah mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan Laailaha illallah, yang dikehendakinya dengan kata-kata itu adalah ridhanya Allah swt.
Seorang Habib, adalah anggota keluarga Rasulullah saw. yang patuh dan mengikuti perilaku Rasulullah saw. Menjalankan perintah, menjauhi larangan, melazimkan sunnah, memberikan contoh-contoh yang baik sesuai dengan agama Allah, ikhlas, zuhud, wara’ dan Tawakkal, sesuai dengan janji Allah bahwa mereka inilah penghuni-penghuni surga dan jauh dari api neraka. Seorang yang dianggap keluarga Rasulullah saw. adalah mereka yang Taqwa.
Terbukti Abu Lahab, karena dia tidak beriman, penghalang besar atas perjuangan Rasulullah saw, walaupun paman beliau sendiri, tetapi bukanlah keluarga dan bukanlah Habib.
Perhatikanlah firman Allah swt. dalam Surat Hud ayat 45 – 46, sebagai berikut :
Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata :”Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah yang paling adil di antara semua Hakim”. Allah berfirman : “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya merupakan perbuatan yang tidak baik.”
Wallahu a’lam
"Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui" Surah : Al-Baqarah 2:22